Sistem Penguat Stereo

Sistem Penguat Stereo - Hallo sahabat STREAMING GRATIS, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Sistem Penguat Stereo, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Perbaikan sistem elektro, Artikel Teknologi, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Sistem Penguat Stereo
link : Sistem Penguat Stereo

Baca juga


Sistem Penguat Stereo


Penguat adalah suatu peralatan dengan masukan sinyal yang kecil dapat dipergunakan untuk mengendalikan tenaga output yang besar.
Hal ini ditunjukkan dalam gambar 6.30.

Gambar 6.30:Diagram Blok Dasar Penguat

Masukan sinyal disini dipergunakan untuk mengendalikan arus listrik yang mengalir pada peralatan aktif. Kemudian arus listrik ini yang menyebabkan perubahan tegangan pada tahanan beban, sehingga daya keluarannya menjadi:

PO = Vo io Watt (output)
Daya masukan Pi = Vi ii Watt (input)
Penguat Daya (Ap), dihasilkan oleh perbandingan daya keluaran terhadap daya masukan:
Ap = Po/Pi

Simbol yang lebih umum ditunjukkan pada gambar 6.31.

Gambar 6.31: Simbol Umum Penguat

Setiap penguat menaikkan jumlah tegangan dari sinyal inputnya.
Klasifikasi suatu penguat bisa saja diperuntukkan untuk penguat tegangan, penguat arus, atau penguat daya.
  • Penguatan daya: Ap = P2/P1
  • Penguatan tegangan: Av = Vo/Vi
  • Penguatan arus: Ai = io/ii
Penggunaan penguat-penguat tersebut terlihat pada tabel 6-2.

Tabel 6-2. Klasifikasi Umum Dari Rangkaian Penguat

Ada tiga kelas operasi suatu penguat yang paling dasar, yaitu:
  1. Kelas A:
    Perangkat aktif (transistor) diberi bias, sehingga selamanya terjadi aliran arus rata-rata (selalu on). Arus ini juga naik turun disekitar harga rata-ratanya tergantung sinyal input. Kelas ini adalah yang paling umum dipergunakan, dan contoh tipe yang ada yaitu: penguat dengan sinyal kecil (gambar 6.32).

    Gambar 6.32: Penguat Satu Tingkat Kelas A

  2. Kelas B:
    Perangkat aktif diberi bias pada posisi cut-off, dan akan on oleh sinyal input 1/2 siklus. Kelas operasi ini dipergunakan secara meluas dalam penguat daya push-pull (gambar 6.33).

    Gambar 6.33: Penguat Push-Pull Kelas B.

  3. Kelas C:
    Perangkat aktif diberi bias diluar titik cut-off, sehingga sinyal input harus melampaui harga yang relatif tinggi sebelum perangkat dapat dibuat konduk. Kelas ini dipergunakan dalam rangkaian osilator dan rangkaian pemancar (gambar 6.34).

    Gambar 6.34: Rangkaian Osilator

Pengukuran rangkaian penguat

Sebelum dilakukan pelacakan kerusakan suatu penguat khususnya penguat stereo, maka harus diketahui terlebih dahulu pengukuran-pengukuran apa saja yang harus dilakukan untuk mengetahui spesifikasi sebuah penguat audio.
Spesifikasi yang harus diukur pada sebuah penguat adalah:
  • Pengukuran Penguatan:
    Secara blok, rangkaian pengukuran ditunjukkan pada gambar 6.35 (Seandainya diperlukan penguatan tegangan pada penguat dengan frekuensi 1 KHz). Mula-mula generator sinyal dipasang untuk memberikan output, katakanlah 500 mV pada 1 KHz, dengan attenuator yang telah dikontakkan (switched) pada nol dB. Sinyal ini pada input penguat (titik A), disambungkan pada input Y dari oscilloscope, dan pengontrolan oscilloscope diatur hingga gambarnya muncul pada bagian layar yang tersedia.

    Gambar 6.35: Pengukuran Penguatan Tegangan pada Sebuah Rangkaian Penguat.

    Kabel oscilloscope kemudian dipasang ke output penguat (titik B) dan kemudian attenuator dinaikkan sampai output mempunyai tinggi (puncak) yang sama dengan pengukuran pertama. Penguatan amplifier sekarang sama dengan penggunaan attenuator yang telah dipasang. Keuntungan dari metode ini ialah bahwa: pengukuran tidak tergantung pada ketelitian oscilloscope.
  • Pengukuran frekuensi respons dan Band Width:
    Dengan tetap memakai seperangkat alat seperti dalam gambar 6.35, maka dapat diperoleh penguatan amplifier pada setiap frekuensi. Penguatannya digambarkan terhadap frekuensi pada kertas grafik linier/log, untuk amplifier audio diperlukan 4 siklus log akan menjangkau batas frekuensi 10 Hz sampai dengan 100 kHz dapat ditentukan secara cepat dengan mencatat 2 frekuensi bandwidth, dimana penguatan turun sebesar 3 dB dari penguatan frekuensi tengahnya.
  • Pengukuran Impedansi Input:
    Rangkaian untuk pengukuran impedansi input diberikan pada gambar 6.36, dengan memberikan sinyal generator pada 1 KHz. Tahanan disetel nol, dan output amplifier dihubungkan pada alat pengukur, yaitu oscilloscope atau meter ac. Pengaturan dapat dilakukan hingga penyimpangan yang besar dapat dilihat.
    Tahanan (resistance) dari decade box kemudian di setel makin besar, sampai sinyal output turun secara pasti, yaitu: menjadi setengahnya. Selama kotak tahanan (variabel) dan impedansi input dari amplifier membentuk pembagi tegangan (kalau outputnya setengahnya), maka tahanan pada box sama dengan tahanan input.

    Gambar 6.36: Pengukuran Impedansi Input dari Penquat Tegangan Audio.

  • Pengukuran Impedansi Output:
    Rangkaian yang digunakan untuk pengukuran ini ditunjukkan pada gambar 6.37 dengan bagian depan seperti Gambar 6.33 tanpa diberi tahanan box.

    Gambar 6.37: Pengukuran Impedansi Output dari Penguat Tegangan Audio.

    Teknik pengukurannya sama dengan teknik pengukuran impedansi input. Frekuensi sinyal yang digunakan 1 KHz dan pertama-tama RL dilepas, dan suatu simpangan (defleksi) yang besar teramati pada osiloskop. Kemudian beban luar RL dipasang dan nilai beban tersebut diturunkan hingga output turun mencapai setengah kali nilai awal. Nilai RL pada saat itu sama dengan nilai tahanan output (resistansi output).
  • Pengukuran Output daya, efisiensi dan sensitivitas untuk sebuah audio amplifier:
    Untuk pengukuran-pengukuran ini loudspeaker dapat diganti dengan sebuah tahanan wire-wound sebagai beban yang nilainya sama dengan impedansi loudspeaker, dan pengetesan-pengetesan dapat dilakukan pada frekuensi dimana impedansi loudspeaker umumnya bersifat resistif, misalnya: kira-kira 1 kHz.
    Diagram untuk pengukuran ditunjukkan pada gambar 6.38. Nilai watt dari beban tahanan harus lebih besar dari daya maksimum output. Tegangan input dapat diatur sampai sinyal output pada osiloskop menunjukkan level maksimum tanpa distorsi.

    Gambar 6.38: Pengukuran Daya Output, Efisiensi dan Sensitivitas dari Sebuah Penguat Output Audio.

    Hal ini terjadi dimana tidak ada yang terpotong dari sinyal input positif dan sinyal input negatif. Biasanya jika distorsi meter tersedia, maka pengecekan yang lebih teliti untuk mengetahui level-level distorsi dapat dilaksanakan. Kemudian daya output maksimum harus direkam tanpa melampaui nilai distorsi harmonik yang telah ditentukan oleh pembuat amplifier.

    Gambar (Rumus)

    Sensitivitas amplifier adalah besarnya tegangan input yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya output maksimum tanpa distorsi.

Macam-macam distorsi dan derau pada penguat serta penanganannya

Macam-macam tipe distorsi dapat mempengaruhi bentuk sinyal output dari sebuah penguat, yaitu:
  • Distorsi Amplitudo:
    Sinyal output terpotong pada bagian dari salah satu puncaknya atau kedua puncaknya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.39.

    Gambar 6.39: Distorsi Amplitudo

    Distorsi ini dapat terjadi pada saat:
    • Penguat diberi input yang terlalu besar,
    • Kondisi bias berubah,
    • Karakteristik transistor yang tidak linier.
  • Distorsi Frekuensi:
    Distorsi ini terjadi ketika penguatan amplifier berubah secara serentak (drastis pada frekuensi-frekuensi tertentu). Anggaplah sebuah amplifier mempunyai respon frekuensi yang normal seperti pada gambar 6.40a, tetapi pada kenyataannya respon frekuensi berbentuk seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.40b, oleh karena itu dikatakan bahwa: amplifier mempunyai distorsi frekuensi.

    Gambar 6.40: Distorsi Frekuensi

    Distorsi ini dapat berbentuk penurunan penguatan pada frekuensi rendah atau tinggi, dan dapat juga berbentuk kenaikkan penguatan pada frekuensi rendah atau tinggi.
  • Distorsi Crossover:
    Tipe distorsi ini terdapat pada output penguat push-pull kelas B (gambar 6.33). Ini terjadi karena transistor pertama sudah off, tetapi transistor yang kedua belum on, karena menunggu sinyal input pada basis transistor harus kebih besar dari 0,6 V (untuk silikon). Bentuk gelombangnya dapat dilihat pada gambar 6.41.

    Gambar 6.41: Distorsi Crossover

  • Distorsi Phasa:
    Kenaikan frekuensi sinyal akan menimbulkan perubahan phasa sinyal output terhadap input secara relatif. Tipe distorsi ini menyusahkan ketika sinyal input berbentuk gelombang kompleks, karena tersusun dari beberapa komponen gelombang sinus yang mempunyai frekuensi yang berbeda. Hasilnya adalah bentuk output takkan serupa dengan bentuk input.
  • Distorsi Intermodulasi:
    Ketika ketidak linieran berada pada sebuah rangkaian amplifier, dua sinyal dengan frekuensi yang berbeda, katakanlah 400 Hz dan 1 kHz akan diperkuat dengan baik apabila dicampur, dan output akan berisi sinyal-sinyal dengan amplitudo yang kecil dan frekuensi yang berbeda, yaitu: 600 Hz dan 1,6 kHz dan harmonik-harmonik dari frekuensi-frekuensi tersebut. Nilai distorsi harmonik total yang merupakan hasil dari distorsi amplitudo dan distorsi nonlinier (tetapi tidak termasuk distorsi frekuensi, distorsi phasa, atau distorsi intermodulasi). Rangkaian yang baik untuk mengukur distorsi harmonik total adalah filter twin-tee seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.42 yang mempunyai peredaman maksimum pada satu frekuensi.

    Gambar 6.42: Filter Twin Tee

    Output dapat diukur dengan menggunakan millivolt meter r.m.s yang sensitif. Sinyal generator diset 1 kHz yang digunakan sebagai sinyal input yang baik untuk sinyal level rendah, dan sinyal tersebut juga dimasukkan ke input X osiloskop. Osiloskop akan menunjukkan garis dengan kemiringan 45o. Distorsi intermodulasi dapat diukur dengan memberikan dua buah sinyal 400 Hz dan 1 kHz ke dalam amplifier yang biasanya dengan sebuah ratio kira-kira 4:1. Kemudian dengan menggunakan sebuah filter pada 1 kHz, hasil dari beberapa intermodulasi akan dinyatakan penggunaan metoda yang diuraikan terdahulu.
    Sebuah metoda yang dapat digunakan untuk mempera gakan distorsi amplitudo, distorsi pergeseran phasa untuk sebuah audio amplifier, ditunjukkan pada gambar 6.43.

    Gambar 6.43: Metoda dari Peragaan Distorsi Menggunakan Sebuah CRO.

    apabila output amplifier tidak mengalami distorsi. Biasanya osiloskop yang berkualitas tinggi yang harus digunakan untuk pengetesan ini, hingga beberapa ketidaklinieran penguat dalam osiloskop akan diperagakan. Macam-macam output untuk tipe-tipe distorsi yang berbeda ditunjukkan pada gambar 6.43. Selain cara pengukuran di atas, ada suatu cara pengukuran yang lebih mudah dan hasil yang lebih jelas, yaitu: dengan memberukan input berupa gelombang kotak dengan frekuensi antara: 400 Hz – 1 KHz. Hasil output pada osiloskop akan terlihat mempunyai distorsi atau tidak, seperti terlihat pada gambar 6.44.

    Gambar 6.44: Pengukuran dengan Menggunakan Gelombang Kotak pada Sebuah Penguat.

  • Derau Pada Sistem Audio:
    Selain distorsi sebuah sistem audio sangat mudah kemasukan derau (noise) dari luar, karena pada sistem audio yang lengkap ada rangkaian-rangkaian yang sangat sensitif (menguatkan sinyal yang sangat kecil) yang sangat mudah kemasukan noise jika pengawatannya salah. Di bawah ini diberikan beberapa kemungkinan terjadinya derau karena lingkungan dan cara penangannya secara sederhana. Derau yang disebabkan dari luar, biasanya dikenal dengan istilah interferensi, yang selalu dapat dikurangi atau dibatasi bila sumber derau telah dapat di identifikasi. Teknik yang sering digunakan untuk mengurangi derau jenis ini ialah dengan menggunakan filter, pelindung, dan pemilihan frekuensi.

    Gambar 6.45a:

    Gambar 6.45a menunjukkan bagaimana jalur mikrofon yang pendek tanpa pelindung dapat menimbulkan derau 60 Hz, karena adanya kopling kapasitansi liar, yang hanya 10 pF pada instalasi rumah 120 volt.
    Derau frekuensi tinggi (dari transien saklar, sikat arang motor, dimmer lampu) juga muncul pada saluran ac, dan ini akan dikopel lebih kuat lagi, karena adanya reaktansi kapasitif rendah.

    Gambar 6.45b:

    Gambar 6.45b menunjukkan pelindung saluran (menggunakan kabel coaxcial), sehingga mikrofon mengkopel derau ke tanah dari pada kemasukan penguat.

    Gambar 6.46a

    Gambar 6.46a menunjukkan beberapa kesalahan umum pada pelindung, yakni: menghubungkan pelindung dengan tanah.

    Gambar 6.46b

    Gambar 6.46b menunjukkan penggunaan pelindung yang benar. Jadi sebuah sistem audio yang bagus selalu memperhatikan sistem sambungan-sambungan yang ada antara satu bagian kebagian yang lain. (karena begitu salah satu sambungan kemasukan derau/noise dari luar), maka derau ini akan ikut dikuatkan bersama sinyal yang ada sampai kepenguat yang terakhir.

    Gambar 6.47a

    Derau yang lain dapat juga disebabkan oleh sebuah motor. Gambar 6.47a menunjukkan filter derau-brush sebuah motor, yang akan menjaga pemusnahan frekuensi tinggi dari saluran ac yang masuk yang akan ter-radiasi selamanya. Kapasitor sederhana dipilih, karena akan mempunyai reaktansi tinggi pada frekuensi audio, tetapi mempunyai reaktansi rendah untuk interferensi frekuensi radio, yang akan dapat meng-eliminasi interferensi dalam tape atau phone (sepert ditunjukkan pada gambar 6.47b).

    Gambar 6.47b
Selain derau yang disebabkan dari luar, dapat juga derau disebabkan dari dalam rangkaiannya sendiri. Di bawah ini diberikan beberapa penyebab derau dari dalam, yaitu:
  • Derau termal:
    Derau termal adalah tegangan yang dihasilkan melalui terminal beberapa resistansi yang disebabkan oleh vibrasi thermal acak dari atom yang menyusunnya. Spektrum frekuensi derau termal membentang dari dc hingga batas frekuensi teknik penguatan elektronik. Puncak gelombang derau biasanya mencapai empat kali lipat nilai rms. Semua komponen resistor bias, antenna penerima, strain gages, semikonduktor menghasilkan derau thermal. Hal ini dapat dikurangi dengan mengurangi lebar pita penguat, atau dengan menurunkan temperatur komponen terhadap sinyal.
  • Derau shot:
    Derau ini terdapat pada beberapa sambungan atau interferensi yang disebabkan oleh pembawa muatan. Derau Shot, dapat dikurangi dengan mengoperasikan penguat yang sensitif pada arus bias rendah.
  • Derau Flicker:
    Derau ini disebabkan oleh fluktuasi arus bias, terutama pada frekuensi rendah. Untuk mengurangi efek tersebut penggunaan frekuensi 100 Hz atau lebih rendah hendaknya dihindari untuk peralatan yang sensitif. Untuk penggunaan frekuensi satu KHz atau lebih, efek derau mungkin masih dapat diabaikan.
Selain derau di atas masih banyak lagi penyebab derau pada suatu sistem audio, dan itu bisa dibahas pada tingkat yang lebih tinggi lagi.

Kasus penguat satu tingkat dan penguat daya

Karena ini merupakan prinsip dasar pelacakan kerusakan sebuah penguat dengan menggunakan transistor, maka sebelum membahas sistem audio stereo, di bawah ini diberikan contoh rangkaian penguat satu tingkat dengan semua jenis kerusakan yang mungkin terjadi, dan tegangan terukur pada titik-titik yang telah ditetapkan. Tentunya dari sini dapat diambil makna untuk melangkah pada rangkaian yang lebih rumit lagi.
Terlihat pada gambar 6.48 di bawah ini penguat satu tingkat dengan tegangan DC terukur pada kondisi normal.

Gambar 6.48: Penguat Satu Tingkat dengan Tegangan DC Normal

Penguat satu tingkat di atas menggunakan jenis transistor silikon dengan hFE antara 50 sampai 500. Melalui perhitungan, maka akan didapatkan tegangan-tegangan pada titik-titik 1, 2, dan 3 sebagai berikut:
  • Titik 1: didapat dengan menggunakan rumus yang mudah, yaitu prinsip pembagi tegangan sebagai berikut: V1 = {VCC / (R1+R2) } R2, sehingga didapat V1 = 2,4 Volt.
  • Titik 2: Didapat dengan rumus V2 = VCC – IC.R3, sedangkan untuk mencari IC dengan cara mencari IE, yaitu: IE = V3 / R4, karena IB sangat kecil dibandingkan IE, maka IC = IE. Sehingga didapat IC = 3,05 mA dan V2 = 5,3 Volt (ingat harus dicari terlebih dahulu V3).
  • Titik 3: karena menggunakan transistor jenis silikon (VBE = 0,6 V atau 0,7 V) maka didapat V3 dengan sangat mudahnya, yaitu: V3 = V1 - VBE = 2,4 V – 0,7 V = 1,7 V.
Dalam kenyataannya rangkaian terukur dengan menggunakan multimeter adalah:
V1 = 2,3 V, V2 = 5,5 V dan V3 = 1,7 V, (ini semua terjadi karena digunakan resistor dengan toleransi 10 %, jadi tak ada masalah). Sedangkan hasil sinyal keluarannya diperkuat berbalik phasa dengan masukkannya, dan ini memang ciri khas penguat satu tingkat tersebut.
Di bawah ini diberikan kerusakan-kerusakan yang terjadi, dan hasil pengukuran tegangan DC nya serta alasannya, sebagai berikut:
  • R1 terbuka diberikan pada Gambar 6.49, maka tegangan terukur adalah: V1 = 0 V, V2 = 12 V, V3 = 0 V dan keluaran tak ada sinyal (Karena arus dan tegangan DC basis = 0 V (tak dapat catu dari R1), maka transistor kondisi mati (cut off) sehingga, V3 juga = 0V).

    Gambar 6.49: Kondisi R1 Terbuka

  • R2 terbuka diberikan pada gambar 6.50, maka tegangan terukur menjadi V1 = 3,2 V, V2 = 2,6 V, V3 = 2,5 V dan keluaran cacad terpotong bagian negatifnya (Karena berarti arus transistor naik sehingga tegangan pada R1 = V1 juga naik. Transistor kondisi on dan hampir saturasi sehingga tegangan V2 hampir sama dengan tegangan pada V3).

    Gambar 6.50: Kondisi R2 Terbuka

  • R3 terbuka diberikan pada gambar 6.51, maka tegangan terukur menjadi V1= 0,75 V, V2= 0,1 V, V3= 0,1 V, dan keluarannya tidak ada sinyal. Karena tanpa R3, maka arus kolektor = 0, sehingga arus emitter didapat dari basis. Akibatnya hubungan basis emitter adalah dioda arah maju, sehingga R4 paralel dengan R2, dan karena R4 kecil maka tegangan V3 juga kecil. Sedangkan tegangan pada V2 boleh dikata hampir sama dengan V3.

    Gambar 6.51: Kondisi R3 Terbuka

  • R4 terbuka diberikan pada gambar 6.52, maka tegangan terukur menjadi V1= 2,3V, V2= 12V, V3= 2V, dan keluarannya tidak ada sinyal.

    Gambar 6.52: Kondisi R4 Terbuka

    Karena emitter terbuka dengan ground, maka tidak ada arus yang mengalir pada transistor. Tegangan pada kolektor = VCC, sedangkan pada V1 kondisi normal, dan pada V3 karena diukur terhadap ground, maka ada tegangan terbaca pada meter karena ada arus melalui meter tersebut.
  • C1 atau C2 terbuka diberikan pada gambar 6.53, maka tegangan terukur menjadi V1= 2,3 V, V2= 5,5 V, V3= 1,7 V, dan keluarannya tidak ada sinyal.

    Gambar 6.53: Kondisi C1 atau C2 Terbuka

    Tegangan DC disini tidak berubah seperti normal karena hanya kapasitor coupling saja yang terbuka sehingga sinyal masukan tidak diteruskan ke-transistornya.
  • C3 terbuka diberikan pada gambar 6.54, maka tegangan terukur menjadi V1=2,3V, V2= 5,5V, V3= 1,7V, dan keluaran dengan penguatan kecil.

    Gambar 6.54: Kondisi C3 Terbuka

    Karena C3 terbuka maka rangkaian mempunyai feed back negatif melalui R4, sehingga penguatan nya menjadi kecil (R3:R4 ≈ 4) sedangkan tegangan DC nya tetap normal.
  • C3 hubung singkat diberikan pada gambar 6.55, maka tegangan terukur menjadi V1= 0,7V, V2= 0,1V, V3= 0V, dan keluaran tidak ada sinyal.

    Gambar 6.55: Kondisi C3 Hubung Singkat

    Berarti emitter hubung singkat ke ground sehingga V3= 0 V. Transistor kondisi saturasi sehingga V2 sangat kecil.
  • Hubungan kolektor basis terbuka diberikan pada gambar 6.56, maka tegangan terukur menjadi V1= 0,75V, V2= 12V, V3= 0,1V, dan keluaran tak ada.

    Gambar 6.56:Hubungan Kolektor Basis Terbuka

    Sejak kolektor terbuka maka tidak ada arus mengalir pada kolektor, sehingga V2= 12 V. Sedangkan hubungan emitter basis seperti dioda dengan tegangan maju, jadi sama dengan kerusakan R3 terbuka.
  • Hubungan kolektor basis hubung singkat diberikan pada gambar 6.57, maka tegangan terukur menjadi V1=3 V, V2= 3 V, V3= 2,3V, dan keluaran tidak ada.

    Gambar 6.57:Hubungan Kolektor Basis Hubung Singkat

    Tegangan basis dan kolektor sama karena hubung singkat. Hubung singkat ini menyebabkan R3 seri dengan R4, sehingga arus yang mengalir pada R4 adalah I= (VCC-VBE)/(R3+R4) = 4 mA, dan V3= I x R4 = 2,3 V.
  • Hubungan emiter basis terbuka diberikan pada gambar 6.58, maka tegangan terukur menjadi V1= 2,3 V, V2= 12 V, V3= 0V, dan keluaran tidak ada.

    Gambar 6.58:Hubungan Emiter Basis Terbuka

    Tidak ada arus mengalir pada transistor, sehingga tegangan pada kolektor = VCC, dan tegangan pada emitter = 0 V. Sedangkan Pada V1 kondisi normal.
  • Hubungan emiter basis hubung singkat diberikan pada gambar 6.59, maka tegangan terukur menjadi V1= 0,13 V, V2= 12 V, V3= 0,13V, dan keluaran tidak ada.

    Gambar 6.59:Hubungan Emiter Basis Hubung Singkat

    Basis dan emitter mempunyai tegangan yang sama dan kecil karena R2 dan R4 terhubung parallel sehingga tegangan pada R4 menjadi kecil. Dengan hubung singkat- nya basis emitter maka transistor tidak aktif, sehingga tegangan kolektor = VCC.
  • Hubungan kolektor emiter hubung singkat diberikan pada gambar 6.60, maka tegangan terukur menjadi V1= 2,3 V, V2= 2,5V, V3= 2,5V, dan keluaran tidak ada.

    Gambar 6.60:Hubungan Kolektor Emiter Hubung Singkat.

    Tegangan emitter sama dengan tegangan pada kolektor, itu menandakan hubung singkat pada emitter dan kolektor. Tegangan ini didapat dari pembagi tegangan antara R3 dan R4. Sedangkan tegangan V1 normal karena saat tegangan emitter bertambah, maka hubungan dioda basis emitter dicatu mundur (reverse) (jadi tegangan V1 merupakan pembagi tegangan antara R1 dan R2).
Melalui rangkaian penguat satu tingkat di atas, kita dapat belajar banyak tentang:
  • Macam-macam kerusakan pada sebuah penguat, jika kerusakannya salah satu komponen pada rangkaian tersebut.
  • Ciri-ciri kerusakan yang terjadi, dimana jika terjadi kerusakan pada salah satu komponen akan dapat diketahui tegangan-tegangan pada titik-titik yang dibutuhkan, dan masing-masing kerusakan mempunyai harga tegangan yang berbeda.
  • Kerusakan transistor dapat bermacam-macam, tapi yang pasti setiap kerusakan transistor, sinyal keluarannya pasti tidak ada karena sebenarnya komponen aktifnya rusak. Hanya perlu dipelajari tegangan yang terjadi, sehingga jika terjadi kerusakan pada transistor segera bisa dideteksi lagi apakah merusak komponen yang lainnya.
  • Kerusakan kapasitor coupling saat hubung singkat pada penguat satu tingkat tidak akan ada bedanya. Tetapi bila rangkaiannya lebih dari satu tingkat, maka kerusakannya akan berakibat cukup fatal, karena tegangan DC dari rangkaian sebelum atau sesudahnya akan saling bercampur sehingga transistor bisa bergeser titik kerjanya, atau bahkan transistor-transistor bisa ikut rusak dengan pergeseran titik kerja tersebut.
  • Penguat satu tingkat ini biasanya bekerja pada kelas A, dan banyak dipakai sebagai driver sebelum kepenguat akhir (penguat daya).
Penguat daya adalah sebuah penguat akhir yang selalu dipakai pada sistem audio apapun, bahkan tidak hanya pada penguat audio saja karena semua sistem elektronika pasti membutuhkan penguat akhir untuk menghasilkan suatu keluaran yang dikehendaki. Untuk itu, diberikan rangkaian penguat daya untuk frekuensi audio seperti gambar 6.61 di bawah ini.

Gambar 6.61: Penguat Daya Frekuensi Audio

Cara kerja rangkaian dapat diterangkan perbagian adalah:
  • Rangkaian ini Dibangun dari sebuah op-amp 741 dalam mode noninverting, yang akan menjalankan penguat akhir dalam bentuk penguat komplemen yang kemudian akan menjalankan pengeras suara (loudspeaker) 8 Ω.
  • Penguat ini dirancang mempunyai respon frekuensi 15 Hz hingga 15 kHz dengan daya keluaran sebesar 3,5 W.
  • Sinyal input dimasukan melalui C1 ke pin 3 IC 741, dan akan menghasilkan output pada pin 6 dengan polaritas yang sama. Sinyal output ini kemudian akan dimasukan kebasis transistor keluaran Tr3 dan Tr2 melalui sebuah emitter follower Tr1.
  • Sebagian dari sinyal keluaran diumpan balikkan ke input inverting IC 741 melalui pembagi tegangan R3 dan R2. kedua resistor ini akan menentukan penguatan rangkaian secara keseluruhan, disamping itu, umpan balik jenis ini akan memperbaiki kinerja rangkaian penguatan AC-nya dan menjaga kestabilan keluarannya serta menjadikan tegangan pada TP4 sama dengan nol atau mendekati nol.
  • Adapun prinsip kerja penguat komplemen adalah: pada setengah siklus positif Tr3 konduksi dan Tr2 mati. Pada setengah siklus negatif Tr2 konduksi dan Tr3 mati. Jadi penyaluran daya dari penguat komplemen ke loudspeaker dilakukan melalui Tr3 pada setengah siklus positif dan melalui Tr2 pada setengah siklus negatif.
  • Untuk mendapatkan keluaran yang baik, kedua transistor tersebut harus benar-benar sesuai dan dipasang dengan menggunakan pendingin yang baik. Bila transistor tersebut tidak benar-benar sesuai, maka terjadi cacat cross-over. Dioda D1 dan D2 dipasang untuk membantu mengatasi cacat cross-over dengan mengatur bias majunya pada harga yang kecil.
  • Tegangan off-set pada masukan akan diperkuat dan akan muncul pada TP4 dalam orde beberapa millivolt, baik positif maupun negatif. Hal ini menyebabkan arus DC yang tidak diinginkan akan mengalir melalui pengeras suara, hingga akan mengurangi kualitas pengeras suara yang dihasilkan. Untuk menghilangkannya, digunakan RV1 sebagai pengatur off-set null.
  • Daya keluaran maksimum yang tersedia dapat ditentukan dengan perkiraan pertambahan amplitudo sinyal input dimana keluaran gelombang outputnya dimonitor oleh osiloskop. Tegangan Rms melalui beban dengan mengabaikan distorsi dapat digunakan untuk mendapatkan daya keluaran. Dan rumus dari daya keluarannya yaitu:


  • Transistor Tr3 dan Tr2 akan rusak jika dialiri arus yang melebihi kemampunnya. Hal ini dapat terjadi jika Tr1 hubung singkat. Oleh karena itu, harus dipilih catu daya yang sesuai dengan batas arus maksimum 1 A sehingga kemampuan maksimum transistor tidak terlampaui.
Dengan diterangkan pembagian tentunya akan makin jelas, sehingga jika ada kerusakan akan lebih mudah diketahui komponen mana yang rusak. Pada kondisi normal tanpa sinyal masukan tegangan DC yang terukur di TP-TP-nya terhadap ground adalah sebagai berikut:


Ada beberapa kerusakan yang dapat dijelaskan, yaitu:
  • Jika diberikan pengukuran terhadap ground sebagai berikut:


    Dan disini ternyata sekringnya putus tapi transistor tidak ada yang panas sekali. Dari kasus ini ternyata TP 2, 3, dan 4 negatif semua, jadi tegangan positip tak tersalurkan (artinya Tr1 tak bekerja (terbuka bukan hubung singkat) walau TP1 sangat tinggi (sebagai pemicu Tr1 untuk konduk)). Artinya Op-Amp tetap bekerja normal hanya keluarannya menjadi positip besar karena masukan invertingnya mendapat tegangan negatif besar dibandingkan masukan non invertingnya. Jadi ini terjadi karena dua kemungkinan, yaitu: R7 terbuka atau basis dan emiter Tr1 terbuka. Disini Tr3 cut off dan Tr2 konduk sehingga timbul tegangan negatif. Sedang sekring putus karena arus yang mengalir melebihi 0,6 A.
  • Jika penguatan penguat menjadi sangat rendah, dan tegangan keluaran hampir sama dengan tegangan masukan, dan transistor tidak ada yang panas. Hal ini pasti terjadi karena munculnya umpan balik negatif (ingat pada penguat satu tingkat), ini dimungkinkan terjadi jika R2 terbuka atau C2 hubung singkat, sehingga penguatannya mendekati satu.
  • Keluaran sangat tidak stabil penguatannya sehingga sinyalnya tidak menentu. Harus diketahui, bahwa: untuk menjaga kestabilan rangkaian pada umumnya selalu diberi umpan balik negatif. Karena tidak stabil, maka hanya satu kemungkinan yang membuat itu semua, yaitu: rangkaian umpan baliknya yang tidak beres. Dan umpan balik rangkaian ini adalah R3, jadi pasti R3 terbuka.
  • Terjadi distorsi setengah gelombang positipnya (gelombang positip terpotong) pada keluarannya, sedang bagian negatifnya normal. Telah diketahui dari cara kerja rangkaian, bahwa: yang menghasilkan setengah gelombang positip adalah daerah Tr3, jadi jika Tr1 tak panas dan tetap bekerja karena Tr2 dapat masukkan dari Tr1 tetap bekerja normal, maka kerusakkannya pasti pada daerah Tr3 dan keluarannya, yaitu: basis dan emitter Tr3 terbuka atau R5 terbuka.
  • Apa yang terjadi bila sampai Rv2 terbuka. Ini sangat berbahaya, karena Rv2 adalah penentu setting titik kerja Tr2 dan Tr3, jadi jika Rv2 terbuka maka keluaran akan distorsi crossover dan kedua transistor Tr2 dan Tr3 akan cepat panas dan rusak. Jadi jangan disepelekan kerusakan sebuah resistor itu karena dapat berdampak sangat banyak pada rangkaian.
  • Jika Op-Amp rusak, dengan kondisi bagian keluarannya terbuka (pin 6 terbuka). Ini bukan berarti aman, karena walaupun TP1 = 0, yang artinya Tr1 dan Tr3 cut off, tapi Tr2 sangat konduk sehingga pasti sekring akan putus lagi (seperti pada kerusakan yang pertama R7 terbuka atau basis dan emiter Tr1 terbuka).
Jadi, ternyata rangkaian penguat akhir untuk model komplemen ini sangat sensitif. Sedikit saja salah setting maka akan berakibat fatal pada rangkaiannya. Disini diperlukan ketelitian dan pengalaman (jadi walaupun tanpa diukur tegangan-tegangan DC nya pada TP-TP tertentu, tetap bisa ditentukan daerah mana yang tidak benar dan komponen mana yang rusak saat ada suatu kasus kerusakan).
Melalui dua contoh rangkaian sederhana di atas, kiranya dapat menambah wawasan berpikir kita tentang sebuah penguat pada sistem audio dan membuat kita makin penasaran untuk mengetahui lebih lanjut tentang sebuah sistem audio stereo itu. Karena dalam rangkaian sistem audio akan ditemui banyak sekali ragamnya, dan tentunya banyak sekali kasus kerusakan yang akan dihadapi dengan segala bentuk kerusakan yang bisa dikatakan sangat bervariasi, tapi pada intinya kuasai dahulu dasar sebuah penguat, baik itu bagian driver maupun penguat akhir/daya.

Dasar sistem audio stereo

Sistem stereo lengkap dapat terdiri dari sejumlah modul, masing-masing dengan kotaknya, dan mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda. Gambar 6.62 menunjukkan diagram modular sistem stereo.

Gambar 6.62: Diagram Modul Sistem Stereo

Secara umum terdiri dari empat grup, yaitu: sumber sinyal, prosesor, penguat, dan transduser audio. Akan tetapi, ada dua modul tambahan yang juga perlu diperhitungkan, yaitu: catu daya dan sistem sambungan antar modul.
  • Sumber sinyal:
    Sumber sinyal adalah segala sesuatu yang menghasilkan sinyal yang diproses, dikuatkan, dan kemudian diubah dalam audio. Ada dua hal yang perlu diperhatikan, pertama kualitas sinyal. Bila sumber sinyal mempunyai respon frekuensi yang rendah, sinyal yang dihasilkan akan cacat (terpotong atau distorsi) dan mengalami pergeseran fasa, sehingga pada akhir sistem tidak dapat diharapkan untuk menghasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Masalah kedua yang perlu dipertimbangkan adalah sinyal harus bebas derau. Bila sumber sinyal mengandung derau, maka derau akan diproses dan dikuatkan secara bersamaan oleh sistem.

  • Prosesor:
    Prosesor ada bemacam-macam, pada umumnya berfungsi memilih dan memodifikasi sinyal dari sumber atau prosesor lain tanpa mengikut sertakan derau atau sinyal yang tidak akurat. Prosesor dapat diuji dengan cara melepas modul tersebut dari sistem, kemudian dilihat apakah masih ada masalah yang sama setelah modul dilepas. Akan tetapi, penguat depan pre-amp harus selalu diperiksa, untuk melihat dan membandingkan sinyal masukan dengan sinyal keluarannya.

  • Penguat:
    Kebanyakan sistem hanya mempunyai satu penguat stereo, dan biasanya dikombinasikan dengan penguat depan yang terintegrasi dengan penguat. Bagian ini akan menguatkan sinyal (termasuk derau dan sinyal yang cacat) yang diterimanya, untuk menggerakkan keluaran transduser.
    Masalah yang dapat terjadi pada penguat adalah:
    • Sinyal terpotong,
    • Hilangnya sinyal keluaran,
    • Suhu berlebih,
    • Volume tidak berfungsi,
    • Respon frekuensi yang tidak baik.
    Gunakanlah penguat sesuai dengan batas-batas yang ada.

  • Transduser:
    Transduser akan mengubah sinyal elektrik menjadi suara yang dapat didengar. Mungkin kita beranggapan hanya ada satu transduser, yaitu" speaker. Secara umum anggapan ini benar, tetapi janganlah beranggapan, bahwa speaker itu sederhana. Sistem ini bisa terdiri dari magnet permanen standar, tweeter, pengeras suara elektro statik dan sebagainya. Semua bagian akan menerima sinyal dan mengelola daya yang dikirim oleh penguat kepadanya.
    Speaker dapat menyebabkan:
    • Distorsi suara,
    • Penambahan derau dari speaker
    • Masalah penguatan karena impedansi tidak sesuai.
    Cara untuk memeriksa speaker adalah dengan mencoba speaker pada keluaran penguat kiri dan kanan secara bergantian. Bila masalahnya mengikuti berarti speaker itu rusak.

  • Catu daya:
    Hampir setiap modul mempunyai catu daya sendiri. Bagian ini seharusnya dapat memberikan catu dc (tanpa derau dan hum) dan dapat mempertahankan level dc pada batas yang dapat diterima oleh komponen dalam modul tersebut, tanpa dipengaruhi oleh perubahan beban atau tegangan jala-jala.
    • Catu dc yang tak murni, akan menimbulkan dengung atau hum pada audio.
    • Bila level dc kurang, maka modul akan kehilangan salah satu atau beberapa spesifikasi-nya.

  • Sambungan antar modul:
    Masalah yang ada di dalam sistem modular adalah perlunya sambungan lisrik antar modul berupa kabel dan konektornya. Hal ini biasanya tergantung dari masalah pengawatan dan sambungan fisik. Fungsi sambungan antar modul adalah membawa sinyal (termasuk tanah) dari satu titik ke titik lain.
    • Sambungan/konektor korosi atau ter-oksidasi dapat menyebabkan sinyal kadang hilang, atau ledakan derau yang timbul secara periodik.
    • Kawat tanpa isolasi yang baik dapat menimbulkan derau (hum)
    • Kawat yang saling berdekatan akan menambah kapasitansi, sehingga impedansi menjadi tidak sesuai lagi, khususnya efek frekuensi tinggi dan impedansi tinggi.
    • Untuk itu gunakan konektor yang bagus, dan biasanya menggunakan kabel coaxial khusus untuk audio.
Pada sistem modular untuk menghasilkan suara audio yang makin enak untuk didengar, biasanya sebelum prosesor ditambah lagi beberapa modular yang lain, yaitu: equaliser dan ekspander.
  • Equaliser:
    Sebuah equalizer memisahkan informasi audio kedalam lebar frekuensi yang berbeda, dan mengontrol kekuatan setiap lebar 'band' pada saat pengguna melakukan pengesetan. Equalizer yang bagus mengizinkan pengguna memilih lebar band yang di-inginkan dengan mengatur potensio-geser yang ada pada panel. Sebenarnya, rangkaian equaliser merupakan rangkaian filter aktif yang dapat diatur pada daerah frekuensi berapa yang akan dihilangkan atau dimunculkan. Jadi, disini karena berupa filter aktif pastilah ada unsur penguatan jika dikehendaki pada suatu frekuensi tertentu. Tapi, ada juga equaliser yang menggunakan filter pasif dan penambahan penguatan pada ujungnya. Yang perlu di-ingat, equaliser tidak dapat memperbaiki kualitas dari sinyal yang masuk, kalau sinyalnya tidak menghasilkan frekuensi tinggi/rendah (tentunya dengan equaliser tak akan menjadi muncul frekuensi tersebut. Apalagi mengandung noise/desis, ini akan tetap terbawa, bahkan untuk equaliser yang standard akan makin menguatkan noise tersebut).

  • Ekspander:
    Dasar dari expander ditunjukan oleh Gambar 6.64, alat ini akan mendeteksi level sinyal input. Reaksinya, dengan meningkatkan penguatan pada expander untuk input yang besar, dan mengurangi penguatan pada expander untuk input yang kecil.

    Gambar 6.64: Blok Diagram Expander

    Rangkaian filter mengisolasi beberapa bagian yang mewakili spectrum audio (700 Hz sampai 7KHz) yang dideteksi. Kemudian, rangkaian penyearah dan detector mengkonversi audio yang telah difilter menjadi tegangan variabel dc yang berubah didalam bagian-nya sesuai level input (ac audio). Dc variabel ini (dalam bentuk arus) digunakan untuk mengontrol sebuah tegangan atau arus baik kanal kiri maupun kanan melalui penguat transkonduktan 1 dan 2, yang memproses sinyal audio. Didalam rangkaian ekspander ada sebuah kapasitor yang menentukan seberapa cepat penguatan dapat berubah. Dan perubahan inilah yang didengar oleh telinga kita. Akan tetapi bila perubahan penguatan terlalu lambat maka tidak akan ada suara, dan bila terlalu cepat akan timbul noise. Biasanya yang paling sering rusak adalah penguat 1 dan 2. Ekspander sederhana seperti ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu: nada tunggal yang keras dalam perekaman dapat meningkatkan gain keseluruhan spectrum, akibatnya seluruh nada menjadi lebih keras.

Cara melacak kerusakan penguat stereo

Di atas telah diuraikan bagian-bagian dari sebuah sistem stereo yang berupa modul dan masalah yang sering dijumpai. Pada bagian ini kita akan dipahamkan bagaimana melacak kerusakan pada penguat stereo. Dalam hal ini, sebenarnya hanya akan dibahas salah satu penguat dari dua penguat yang identik. Bila terjadi kerusakan, salah satu penguat diantara dua penguat tersebut mengalami kerusakan. Dengan memeriksa terlebih dahulu, dan mematikan salah satu penguat, kemudian kita mendengarkan bagian yang satu secara bergantian. Gambar 6.65 menunjukkan blok diagram sebuah penguat stereo yang terdiri dari dua buah penguat depan dan sebuah penguat akhir.

Gambar 6.65: Diagram Blok Sistem Penguat Stereo

Penguat depan pertama biasanya terdiri dari sebuah IC-1 dan hanya digunakan untuk menguatkan sinyal keluaran phono. Penguat depan kedua biasanya terdiri dari satu IC-2 dan satu transistor penggerak (Q1), dan digunakan untuk menguatkan sinyal keluaran dari tuner, tape, VCD/DVD, atau masukan lainnya. Saklar pemilih fungsi, kontrol volume dan kontrol tuner, biasanya selalu diletakkan sebelum penguat daya. Keluaran yang berbeda pada tingkat yang berbeda, menghasilkan sinyal audio untuk speaker, atau headphone. Keluaran kanal pusat, suatu jaringan yang dapat digunakan untuk menghasilkan keluaran untuk speaker ketiga. Pengukuran tingkat sinyal perlu dilakukan untuk mengetahui apakah penguat berfungsi dengan baik atau tidak.

Gambar 6.66: Grafik Audio Level Untuk Penguat Pada Gambar 6.59.

Gambar 6.66 menunjukkan diagram tingkat, untuk menunjukkan tingkat sinyal relatif, baik di atas dB atau di bawah dBm, dan dalam milivolt. Bila kita menggunakan informasi diagram tingkat untuk diagram blok Gambar 6.62, maka dengan mudah kita dapat menentukan bagian yang mengalami kerusakkan. Misalnya, bila sinyal masukan pada titik 2 adalah 140 mV, maka pada titik 4 seharusnya diperoleh sinyal sebesar 0,8 volt, dengan mengatur kontrol volume pada posisi maksimum (bila sinyal yang didapat ternyata kurang dari 0,8 volt, maka ada sesuatu yang tidak beres pada bagian penguat depan). Respon frekuensi, linieritas penguatan, bebas derau serta inteferensi lain, juga merupakan parameter penting dalam operasi penguat stereo.

Mengenali kerusakan pada sistem stereo

Kerusakan pada sistem stereo pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: kerusakan mekanik dan kerusakan elektronik. Karena kebanyakan bagian elektronik terdiri dari IC, maka kerusakan atau gangguan sering terjadi pada bagian mekaniknya.
  • Kerusakan mekanik:
    Mekanisme penggerak pada tape dan tuning adalah bagian mekanik yang sering mengalami gangguan. Pada tape biasanya digunakan sabuk penggerak karet untuk mentransfer rotasi motor ke transport tape. Karena sabuk penggerak ini mempunyai waktu pakai terbatas, maka seringkali menjadi sumber gangguan. Bila kita merasakan adanya getaran pada motor listrik, tetapi tidak terjadi gerakan pada transport tape, maka kemungkinan besar kerusakan terjadi pada sabuk penggerak. Bila hal ini terjadi, maka kita harus mengganti sabuk penggeraknya dengan yang benar-benar bagus.
    Bagian yang tak kalah penting sebagai sumber kerusakan adalah motor itu sendiri. Tidak adanya pelumasan, penyetelan mekanis yang kurang baik, akan menyebab-kan tangkai dan penggerak motor menjadi macet. Hal ini dapat kita ketahui pada saat memeriksa kerusakan sabuk penggerak. Dengan memberi sedikit pelumas, biasanya masalah ini akan dapat diatasi.

  • Kerusakan elektronik:
    Karena rangkaian elektronik dalam tuner dan peralatan audio dapat mengalami kerusakan, maka kerusakan sering kali dijumpai pada penguat daya dan bagian catu daya. Pada bagian ini komponen mengalami stres paling berat, dan pembangkit cenderung untuk meningkat yang akan mempersingkat waktu pakai kapasitor dan semikonduktor. Kebanyakan penguat daya menggunakan push-pull. Bila salah satu dari rangkaian push-pull tersebut mengalami kerusakan, maka akan menyebabkan distorsi pada keluaran audio, dan ini akan dapat segera dikenali oleh pendengaran. Transistor audio yang merupakan bagian dari penguat daya dapat diperiksa dengan menggunakan ohm meter untuk mengetahui apakah transistor hubung singkat atau terbuka. Bila kita harus mengganti transistor ini dengan yang baru, pastikan bahwa komponen penggantinya sudah tepat, dan pasangkanlah pada tempat yang benar dengan cara yang benar pula.
    Transformer audio sering juga mengalami kerusakan. Koil speaker dapat putus, disebabkan oleh adanya hentakan arus. Akan tetapi, kerusakan dalam speaker seringkali merupakan kerusakan mekanik murni. Mekanik koil suara dapat melengkung, dan hal ini menyebabkan gesekan disekitar permukaannya. Kerusakan speaker (kerucut speaker patah, sambungan lepas dan lain-lain) dapat juga terjadi.

  • Kerusakan Akustik:
    Orang sering mengabaikan kerusakan ini. Mereka mengira, jika rangkaian audionya bekerja dengan baik pengeras suara baik, dan jika sinyal dari sumber baik maka akan dapat diperoleh suara yang bagus. Padahal kenyataanya, situasi akustik pada tempat tertentu adalah jauh dari ideal. Peralatan hi-fi yang sama akan menghasilkan suara yang berbeda jika digunakan pada lingkungan yang berbeda.
    Hiasan dinding, karpet lantai, ukuran ruangan, letak pintu dan jendela akan mempengaruhi kwalitas suara yang sebenarnya. Gambar 6.66 akan dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang masalah akustik.

    Gambar 6.66: Gambaran Tentang Masalah Akustik
Pemasangan yang sesuai speaker kanan dan kiri akan dapat memproduksi suara yang terdengar sempurna, bila pendengar duduk pada titik B. Anggap jendela terpasang pada setengah bagian dinding dibelakang pendengar, hiasan dinding menutupi setengah dinding sisanya. Bila pendengar pindah pada titik A, dia akan tetap dapat mendengar secara langsung (baik dari kiri maupun kanan), tetapi refleksi terkuat akan diperoleh dari permukaan jendela. Refleksi ini sangat tergantung pada dimensi ruangan, mungkin interferensi yang serius akan terjadi terhadap suara yang langsung diterima. Bila pendengar pindah ketitik C, hiasan dinding akan menyerap suara dan akan mencegah refleksi, atau mungkin dia akan mendapatkan suara yang jauh lebih baik dibanding di A.
Pada ruangan yang sangat luas terdapat titik mati, yaitu: volume sangat rendah, karena terjadi pemusnahan suara refleksi atau yang diterima langsung. Di-samping itu, terjadi pula titik keras, yaitu: suara yang diterima terasa sangat tajam. Oleh karena itu, pastikan dulu lingkungan yang sangat baik untuk pemasangan peralatan audio kita, agar diperoleh kwalitas suara yang sempurna.

Jadi sangat komplek untuk mencari kerusakan suatu sistem stereo, maka diperlukan ketrampilan khusus untuk itu.

Identifikasi kerusakan pada modular sistem stereo

Sebelum kita menghidupkan sistem, perhatian beberapa pertanyaan berikut ini:
  • Bagaimana unit tersebut bekerja? (jangan tanyakan apa yang rusak, tetapi apa gejalanya). Bagaimana suara yang terdengar?
  • Kapan gejala tersebut muncul? Tidak tentu, atau sepanjang waktu?
  • Dari setiap sumber (AM, FM, phono, dst). Pada semua volume? Apakah ada peralatan rumah tangga yang sangat kuat pada saat itu?
  • Apakah gejala tersebut timbul secara perlahan-lahan atau tiba-tiba?
  • Apakah gejala tersebut berubah dengan bertambah panasnya alat?
  • Apakah pemakai telah memindahkan sesuatu, atau mengubah/menambahkan komponen pada sistem?
  • Adakah suara aneh/asing atau tercium bau tertentu? Apakah panel lampu menyala atau redup?
Bila kita mendengar gejala, untuk mengidentifikasi apakah penguat daya yang rusak (tidak ada suara, terjadi distorsi, ada suara gemerisik, unit lampu padam atau berkedip), maka jangan hidupkan sistem. Gejala ini juga muncul bila terjadi kerusakan pada bagian catu daya.
Masalah tersebut akan dapat menyebabkan bencana, misalnya: berasap, timbul percikan bunga api, dan rusak. Bila gejala tersebut muncul setiap kali alat dihidupkan, hal itu menunjukan adanya lonjakan daya yang menyebabkan alat rusak.
Carilah masalahnya pada:
  • Sambungan disekitar catu daya,
  • Saklar daya,
  • Pengolah daya,
  • Periksalah kapasitor besar pada catu daya,
  • Periksalah pengawatan pada saklar daya.
Pemeriksaan Sistem.
Bila kita yakin bahwa tidak akan terjadi kerusakan pada catu, maka hidupkan sistem, dan kemudian amati gejalanya. Ingatlah langkah berikut untuk menentukan kerusakan modul.
  • Lakukan pemeriksaan hum, dengan melepas berbagai blok dari sistem. Bila perlu, lepaskan saklar, matikan semuanya, dan lepas semua kabel.
  • Bila masalah tampak pada beberapa tempat, periksalah sistem prosesor yang digunakan pada semua mode operasi. Kemudian periksa berurutan hingga pada bagian yang terakhir (pengeras suara)
  • Ingat kabel dan penghubung juga dapat menimbulkan derau, atau suara gemerisik.
  • Adakah sambungan yang kurang baik (goyang misalnya)?
  • Bila modul tersebut baru, yang perlu dicurigai adalah sambungannya. Apakah setiap modul telah dihubungkan dengan benar?
Pemeriksaan modul.
Mulailah pemeriksaan modul secara visual.
  • Tanda panas
  • Area yang bersih, sementara bagian lain kotor penuh debu. Ini menandakan seseorang baru saja memperbaiki sesuatu disekitar area tesebut.
  • Komponen yang salah tempat karena sebelumnya seseorang telah memperbaiki atau memodifikasi rangkaian.
  • Foil yang telah rusak karena panas.
  • Komponen yang tidak fit (berbeda ukuran, umur, pabrik, dan lain-lain)
  • Periksa bagian lain (PCB, plug yang sudah korosi, kabel yang menunjukkan kerusakan akibat panas, dan lain-lain)

Jenis kerusakan dan gejalanya

Di bawah ini diberikan tabel jenis kerusakan dan gejala yang terjadi bila kerusakan dialami oleh rangkaian penguat, baik itu penguat awal maupun penguat daya.

Tabel 6.3: Kerusakan Pada Penguat Sinyal Kecil

Tabel 6.4: Kerusakan Pada Penguat Daya

Laporan perbaikan sistem penguat

Coba kita perhatikan bila kita membawa peralatan yang rusak ke tempat reparasi resmi yang besar. Tentu disana banyak terdapat lembaran-lembaran isian, baik bagi kita maupun buat mereka sendiri. Salah satu lembaran isian itu adalah laporan tentang kerusakan yang terjadi (ciri-ciri kerusakannya), yang kita laporkan dari laporan hasil perbaikan peralatan kita. Laporan ini akan sangat berguna bagi teknisi untuk melihat jenis kerusakan dan penanganan yang telah dilakukan, dimana pada saat yang lain mungkin dibutuhkan, yaitu: saat mereparasi barang yang sama tipenya.
Jadi, biasakanlah membuat laporan perbaikan, karena sangat besar manfaatnya untuk kita, dan untuk perusahaan dimana kita bekerja. Sebagai contoh salah satu bentuk lembaran laporan perbaikan untuk penguat adalah sebagai berikut:

Laporan perbaikan sistem penguat

PELACAKAN KERUSAKAN SISTEM ANALOG
1. Catu Daya Teregulasi Linier
2. Catu Daya Switching
3. Sistem Penguat Stereo
4. Penerima TV Warna
5. Rangkaian IC Linear dan Kasusnya
6. Transformator



Demikianlah Artikel Sistem Penguat Stereo

Sekianlah artikel Sistem Penguat Stereo kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Sistem Penguat Stereo dengan alamat link https://sebuahteknologi.blogspot.com/2015/01/sistem-penguat-stereo.html