Judul : Mangrove
link : Mangrove
Mangrove
Banyak para ahli mangrove di dunia di Indonesia yang meniliti dan menulis tentang mangrove. Berbagai tulisan para ahli tersebut yang menjadi acuan dalam bahasan tentang sub bab vegetasi lahan mangrove ini. Para ahli tersebut antara lain seperti Chapman (dalam Chapman, 1992), Hutchings dan Saenger (1987), Soemodihardjo, Wiroatmodjo, Abdullah, Tantra dan Soegiarto dalam Clough, 1993), Nybakken (1993), Odum (1971), Tomlinson (1986), dan yang terakhir Van Steenis (1958).
Para ahli tersebut antara lain menjelaskan bahwa tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan pantai yang khas di sepanjang pantai tropis dan subtropis. Di Indonesia, mangrove telah di kenal sebagai hutan pasang surut dan hutan mangrove, atau hutan bakau. Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk menyebut komunitas tumbuhan yang ada di daerah pasang surut yang berupa individu-individu spesies tumbuhan khas pantai yang menyusun komunitas di daerah itu. Dalam bahasa Portugis, kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal digunakan untuk menyatakan komunitas tumbuha tersebut. Menurut FAO, kata mangrove digunakan untuk individu jenis tumbuhan tertentu yang komunitas tumbuhannya hidup di daerah pasang surut.
Menurut Snedaker (1978) dalam Kusmana (2003), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai subtropics yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan tanah anaerob. Sedangkan menurut Tomlinson (1986), kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal. Daerah intertidal adalah wilayah di bawah pengaruh pasang surut sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarine, pantai dan riverbank (tepi sungai).
Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari daratan. Dengan demikian secara ringkas dapat didefinisikan bahwa hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang terinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut hutan mangrove, seperti tidal forest, coastal wooland, vloedbosschen, hutan payau dan hutan bakau. Khusus untuk penyebutan hutan bakau, sebenarnya istilah ini kurang sesuai untuk menggambarkan mangrove sebagai komunitas berbagai tumbuhan yang berasosiasi dengan lingkungan mangrove. Di Indonesia, istilah bakau digunakan untuk menyebut salah satu genus vegetasi mangrove, yaitu rhizopora.
Sedangkan kenyataannya mangrove terdiri dari banyak genus dan berbagai jenis, sehingga penyebutan hutan mangrove dengan.......................
Komunitas mangrove terdiri dari tumbuhan, hewan, dan mikrobia, namun tanpa kehadiran tumbuhan mangrove kawasan tersebut tidak dapat disebut ekosistem mangrove (Jayatissa et al, 2002). Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat magrove, seperti hasil riset Ahmad Dwi Setyawan, Dkk (2003), Noor, Khazali, dan Suryadiputra (1999), serta tulisan Sukardjo (1985) menujukkan bahwa karakter, keberadaan dan kondisi mangrove sebagai mana pada uraian nerikut ini.
Tumbuhan mangrove di Indonesia terdiri dari 47 spesies pohon, 5 spesies semak, 9 spesies herba dan rumput, 29 spesies epifit, 2 spesies parasit, serta beberapa spesies alga dan bryophyte (MoE 1997). Formasi hutan mangrove terdiri dari empat genus pertama, yaitu avicernia, sonneratia, rhizophora, dan brugulera (Nybakken, 1993; Chapman, 1992), terdapat pula aegiceras, lumnitzera, Acanthus illicifolius, Acrosticum aureum, dan Plucea Indica (Backer dan van den Brink, 1965). Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans dan beberapa jenis cyperaceae (Sukardjo, 1985; Odum, 1971)
Hutan mangrove alami memberi zona tertentu. Bagian paling luar didominasi avicennia, sonneratia, dan rhizophora, bagian tengah didominasi Brugulera gymnorrhiza, bagian ketiga didominasi xylocarpus dan heriteria, bagian dalam didominasi Brugulera cylindrica, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi Cerbera manghas (de Haan dalam Steenis, 1958). Pada masa kini pola zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju perubahan habitat akibat pembangunan tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan pencemaran lingkungan (Waish, 1974; Lewis, 1990; Primavera, 1993; Nyabakken, 1993 dalam Setyawan dkk., 2008), meskipun masih dapat dirujuk pada pola zonasi tersebut (sasaki dan Sunarto, 1994, dalam Setyawan dkk., 2003).
Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik, tempat berlindung berbagai jenis binatang tempat beranak-pinak berbagai jenis ikan dan udang, sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tanin (Soedjarwo, 1979 dalam Waryono, 2000). Masing-masing kawasan pantai dan ekosistem mangrove memiliki historis perkembangan yang berbeda-beda.
Perubahan keadaan kawasan pantai dan ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor alamiah dan faktor campur tangan manusia. Ekosistem mangrove yang tumbuh disepanjang garis pantai atau di pinggiran sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut perpaduan antara air sungai dan air laut.
Terdapat tiga syarat utama yang mendukung berkembangnya ekosistem mangrove di wilayah pantai yaitu air payau, tenang dan endapan lumpur yang relatif datar. Sedangkan lebar hutan mangrove sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pasang surut serta jangkauan air pasang di kawasan pantai tersebut. Pada dasarnya kawasan pantai merupakan wilayah peralihan antara daratan dan perairan laut. Garis pantai dicirikan oleh suatu garis batas pertemuan antara daratan dengan air laut. Oleh karena itu posisi garis pantai bersifat tidak tetap dan dapat berpindah (walking land atau walking vegetation) sesuai dengan pasang surut air laut dan abrasi serta pengendapat lumpur (Waryonom 2000). Secara umum dapat dimengerti bahwa bentuk dan tipe kawasan pantai, jenis vegetasi, luas dan penyebaran ekosistem mangrove tergantung kepada karakteristik biogeografi dan hidrodinamika setempat.
Bedasarkan kemampuan daya dukung dan kemampuan alamiah untuk mempengaruhi serta kesesuain penggunaannya. Kawasan pantai dan ekosistem mangrove menjadi sasaran kegiatan eksploitasi sumber daya alam dan pencemaran lingkungan akibat tuntutan ekonomi. Semakin banyak manfaat dan keuntungan ekonomis yang diperoleh, maka semakin berat pula beban kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Sebaliknya makin sedikit manfaat dan keuntungan ekonomis, makin ringan pula kerudakan lingkungan yang ditimbulkan. Sebaliknya makin sedikit manfaat dan keuntungan ekonomis, makin ringan pula kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Berbagai dampak lingkungan yang terjadi akibat aktivitas manusia di pesisir pantai tersebut dapat pada dasarnya dapat diidentifikasi dengan adanya degradasi kawasan pantai dan semakin berkurangannya luas ekosistem mangrove.
Demikianlah Artikel Mangrove
Sekianlah artikel Mangrove kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Mangrove dengan alamat link https://sebuahteknologi.blogspot.com/2016/01/mangrove_3.html