Contoh Kasus

Contoh Kasus - Hallo sahabat STREAMING GRATIS, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Contoh Kasus, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Perbaikan sistem elektro, Artikel Teknologi, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Contoh Kasus
link : Contoh Kasus

Baca juga


Contoh Kasus


Sebagai contoh, sebuah pengendali dengan sistem open loop diberikan pada gambar 7.20, yang merupakan rangkaian pengendali kecepatan motor DC.

Gambar 7.20: Pengendali Kecepatan Motor DC

Mengapa harus rangkaian elektronika untuk pengendalian kecepatan motor ini? Mengapa tidak hanya menggunakan sebuah potensiometer saja untuk mengendalikan kecepatan motor dengan cara merubah tegangan yang masuk ke-motor?
Tentunya ada argumentasi yang sangat mendasar dan penting untuk diketahui, mengapa tidak menggunakan sebuah potensiometer saja untuk mengatur kecepatan sebuah motor dc, yaitu:
  • Karena jika menggunakan potensiometer, maka saat putaran lambat (dengan menurunkan tegangannya), motor akan kehilangan dayanya, sehingga kalau diberi beban akan berhenti.
  • Juga banyak daya yang hilang pada potensio tersebut, walau saat putarannya lambat sekalipun.
  • Untuk itu maka perlu rangkaian elektronika, dan selain itu, saat ini sebagian besar pengendalian diindustri menggunakan rangkaian elektronika karena mempermudah semua pekerjaan diindustri.
Cara kerja rangkaian di atas adalah:
  • Pengendalian kecepatan motor rangkaian di atas dengan menggunakan rangkaian saklar elektronik PWM (Pulse Width Modulation), yang pada prinsipnya saklar diseri dengan motor. Jika kecepatan putaran motor ingin rendah maka saklar hanya hidup sebentar kemudian mati secara berulang ulang (lebih panjang waktu matinya dari pada waktu hidupnya), sehingga kecepatan putaran motor menjadi pelan tetapi pemberian tegangannya tidak diturunkan sama sekali, sehingga tenaga motor tetap ada. Dan jika kecepatan motor ingin tinggi maka saklar elektronik ini akan lebih lama hidupnya dari pada matinya, sehingga motor berputar lebih cepat lagi.
  • Rangkaian UJT didapat sebagai rangkaian osilator yang menghasilkan pulsa positif dengan frekuensi 400 Hz, dan ini sebagai masukan kerangkaian berikutnya.
  • Rangkaian berikutnya adalah rangkaian monostabil dengan menggunakan IC digital 74121, yang boleh dikatakan cukup stabil untuk menghasilkan pulsa keluaran pada pin 1 (keluaran Ō dari IC). Lebar pulsa bagian negatif dari monostabil ini dapat diatur oleh potensiometer Rv1. Lebar pulsa-nya dapat diatur dari 0,1 ms sampai kira-kira 2 ms (jika Rv1 diputar searah jarum jam). Operasi monostabil ini dapat dicegah dengan membuat pin 3 dan 4 IC tersebut diberi logik 1 (dengan cara SW1 di off-kan sehingga keluaran monostabil itu bertahan pada kondisi tinggi (motor berhenti berputar)). SW1 ini sebagai kontrol ON-OFF dari motor.
  • Pulsa dari monostabil diberikan ke rangkaian driver, yang terdiri dari tiga buah transistor yaitu: Tr1, Tr2 dan Tr3. Tujuan dari rangkaian driver ini adalah untuk memastikan bahwa Tr4 disaklar secara cepat antara dua keadaan yang mungkin baik pada kondisi on penuh (saturasi) atau off penuh (cut-off). Ini sangat perlu sehingga, disipasi daya saat mensaklaran terjadi dijaga tetap rendah. Ketika keluaran monostabil tinggi, Tr1 konduk dan kolektor-nya akan rendah. Dalam kondisi ini Tr3 tetap mati karena pemberian arus basisnya dihindari melalui D1 sampai kolektor Tr1. Pada waktu yang sama, Tr2 konduk, untuk memastikan Tr4 tetap mati dengan basis-nya dihubungkan ke emiter-nya melalui Tr2. Ketika keluaran monostabil rendah, Tr1 menjadi mati dan mematikan Tr2 juga. Sedangkan Tr3 sekarang menjadi konduk dengan arus basis didapat dari R12, dan ini membuat Tr4 disaklar konduk penuh dengan arus basis didapat dari R13.
  • Bagian akhir adalah saklar daya, yaitu sebuah transistor Tr4 seperti diterangkan diatas. Saat Tr4 konduk penuh, motor hampir menerima tegangan +12 V sedangkan arus yang lewat tergantung besar kecilnya perioda pulsa. Pada sisi naik/turun dari pulsa, Tr4 mati tetapi D3 konduk, hal ini untuk membatasi adanya perubahan arus transient terhadap motor.
Dari keterangan cara kerja diatas, tentunya didapat beberapa hal yang harus diperhatikan, sehingga saat ada suatu kasus kerusakan segera dapat ditangani karena sudah diketahui betul bagian mana yang rusak. Itulah yang dikehendaki setiap para teknisi saat menghadapi suatu kasus kerusakan segera mengetahui penyebab kerusakannya, dan segera menentukan daerah mana yang tidak beres, serta menemukan komponen mana yang rusak untuk diperbaiki. Untuk itu, tentu saja teknisi harus lebih dahulu mengetahui rangkaian yang akan diperbaikinya, sehingga dengan mudah ditemukan penyebabnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari rangkaian di atas adalah:
  • Kapan saja monostabil membuat motor berputar atau berhenti?
    Motor berputar jika SW1 posisi on, potensiometer diputar searah jarum jam (akan makin cepat), dan keluaran dari monostabil saat rendah (logik 0). Sedangkan sebaliknya, motor berhenti berputar saat SW1 off, potensiometer pada kondisi minimum (berlawanan dengan arah jarum jam), dan keluaran monostabil tinggi (logik 1).
  • Transistor-transistor mana saja yang bekerja (konduk) saat motor berputar dan sebaliknya?
    Saat motor berputar, maka transistor yang konduk adalah Tr3 dan Tr4, sedangkan kondisi Tr1 dan Tr2 adalah mati (cut off).
  • Ingat Tr1 dan Tr3 adalah transistor jenis NPN, sedangkan transistor Tr2 dan Tr4 adalah jenis PNP (yang saat konduknya membutuhkan masukan pada basis yang berbeda).
  • Keluaran UJT adalah sebuah pulsa 400Hz yang merupakan rangkaian osilator.
  • Karena pada rangkaian ini keluarannya berupa putaran kecepatan motor, tentu saja kasus yang didapat dilapangan hanya yang berhubungan dengan motor tersebut dan itu hanya ada tiga saja, yaitu:
    1. Motor berputar dengan kecepatan maksimum dan tidak dapat dikendalikan.
    2. Motor tidak berputar sama sekali untuk semua keadaan.
    3. Motor berputar lambat dan tidak dapat dikendalikan.
Untuk kasus (1) dapat dijelaskan demikian:
  • Tes paling cepat adalah bagian monostabilnya terlebih dahulu. Posisikan SW1 pada kondisi off, dan seharusnya putaran motor berhenti, tetapi ternyata tetap berputar maksimum. Maka ukurlah tegangan keluaran dari monostabil tersebut. Kalau monostabil tersebut tidak rusak, maka tegangan keluarannya akan tinggi (di atas 2 Volt), dan kalau di bawah 2 Volt berarti rangkaian monostabil ini rusak. Kalau rusak, kerusakan yang mungkin yaitu: Potensio terbuka, atau R5 terbuka, atau Dz1 hubung singkat, atau R7 terbuka.
  • Langkah berikutnya adalah mengecek bagian drivernya, yaitu: kolektor dari Tr3, seharusnya tegangan dititik ini adalah 12 Volt saat SW1 off. Jika tidak 12 Volt, biasanya kalau rusak pasti tegangan disini sangat kecil, tapi bila terukur besar (12 Volt) berarti Tr3 tak bermasalah.
  • Langkah terakhir adalah pengecekan transistor saklar daya (Tr4), yang otomatis tentu ini-lah yang menjadi masalahnya, dan biasanya kerusakannya adalah hubung singkat antara emiter dan kolektor pada Tr4. Memang, transistor akhir adalah transistor yang paling rawan untuk rusak, karena kerja dari transistor ini hampir selalu maksimum terus sehingga selalu panas. Jadi, memang harus menggunakan pendingin pada Tr4 tersebut.
  • Sedangkan rangkaian UJT tidak perlu kita lihat, karena begitu Tr4 diganti dan putaran bisa diatur, berarti osilator bagus.
Untuk kasus (2) dapat dijelaskan sebagai berikut:
  • Disini walaupun SW1 sudah di on-kan tetap tidak berputar, jadi cukup banyak yang harus dicek bila tidak tahu cara tercepatnya, yaitu dengan mengecek satu persatu dari bagian rangkaian yang ada. Disinilah dibutuhkan pengalaman seorang teknisi. Jika setelah dilihat sekring ternyata tidak putus, barulah digunakan cara cepatnya, yaitu dengan sistem pemisahan tengah/half splitting (walau bagiannya tidak banyak, tapi cara ini sangat cocok dilakukan untuk kondisi yang satu ini).
  • Caranya, isolasilah setengah dari sistem ini, yaitu: hubung singkatlah sebentar antara basis dan emitter dari Tr1. Maka otomatis Tr2 tidak bekerja, dan mengakibatkan Tr3 dan Tr4 konduk yang menyebabkan motor akan berputar maksimum. Kalau ini terjadi, maka rangkaian driver dan saklar daya tidak ada masalah. Jadi, tinggal pengecekan rangkaian osilator dan monostabil.
  • Pengecekan monostabil sama seperti pada kasus a, tapi lebih baik dilakukan pengecekan rangkaian osilator terlebih dahulu. Dengan menggunakan osiloskop bisa dicek keluaran dari osilator tersebut, dan jika menghasilkan pulsa 400 Hz berarti rangkaian ini bekerja, tapi bila tidak, biasanya UJT-nya rusak.
  • Tentunya seandainya osilator bekerja, pastilah bagian monostabil ada yang tidak beres. Dan biasanya yang jadi masalah adalah IC monostabil itu sendiri (74121).
Untuk kasus (3) dapat dijelaskan sebagai berikut:
  • Disini motor berputar pelan walau potensio sudah maksimum tetapi tetap ada perubahan sedikit, dan jika SW1 di off-kan, maka putaran motor berhenti. Itu berarti rangkaian bagian driver dan saklar daya tidak ada masalah, karena masih bisa meneruskan pulsa yang keluar dari monostabil. Terlihat saat SW1 di off-kan putaran berhenti.
  • Jadi yang dicurigai rusak adalah bagian monostabil atau osilatornya. Tapi karena potensio masih berfungsi, berarti rangkaian monostabil bekerja dengan normal.
  • Tentunya tinggal satu lagi, yaitu: rangkaian osilator. Tapi disini rusaknya tidak berarti tidak bekerja sama sekali. Rangkaian osilatornya berubah frekuensinya menjadi rendah. Berarti komponen aktifnya tidak ada masalah, yang bermasalah adalah komponen pasifnya yang dapat merubah frekuensi. Penentu besarnya frekuensi adalah R2 dan C2. Kemungkinan terbesar adalah R2 berubah membesar dan kemungkinan berikutnya baru kapasitor berubah membesar (tapi untuk kapasitor berubah harga sangat jarang terjadi).
Contoh kasus berikutnya adalah rangkaian sequential control unit, seperti gambar berikut ini:

Gambar 7.21: Rangkaian Sequential Control Unit

Didalam banyak proses pengendali diindustri, banyak situasi kerja rangkaian yang menginginkan kerja yang satu dengan lainnya secara berurutan, dan masing-masingnya dapat diatur waktunya sendiri. Contohnya: dalam industri, diinginkan kerja secara berurutan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  • Beban 1: operasikan putaran motor untuk sabuk (belt) selama 5 detik, untuk menggerakkan benda kerja keposisinya.
  • Beban 2: semprotkan cat kebenda selama 2 detik.
  • Beban 3: panaskan benda kerja selama 10 detik. Kemudian stop atau kembali keproses awal.
Rangkaian di atas dapat melakukan itu semua, artinya: rangkaian ini dapat mengerjakan beberapa jenis pekerjaan secara bergantian. Bergantian dalam hal ini berarti, beban yang ada akan aktif satu demi satu, dan waktunya dapat ditentukan sendiri-sendiri.
Cara kerja rangkaian ini adalah sebagai berikut: Dari Gambar 7.21 dapat dibuat blok-blok untuk masing-masing kegunaan komponen seperti Gambar 7.22. Dimana Untuk rangkaian switching digunakan komponen SCR, Untuk rangkaian pen-trigger digunakan transistor, dan rangkaian timer menggunakan UJT dengan pengaturan delay dari perkalian antara C dan R.
Pada rangkaian bila tombol start ditekan, maka akan ada tegangan yang masuk pada gate dari SCR 1, yang berfungsi sebagai saklar untuk mengaktifkan beban 1 (dalam hal ini diwakili oleh lampu 1 yang menyala). Setelah tegangan pada anoda SCR 1 naik menjadi kurang lebih 0,7 Volt, maka SCR tersebut akan membuat transistor Tr1 dibias maju. Transistor tersebut akan mengisi kapasitor C1 yang akan digunakan sebagai pembanding untuk menentukan delay bersama dengan resistor R4 dan Rv1. Pada saat tegangan yang melalui kapasitor sama dengan tegangan

Gambar 7.22:Diagram Blok Sistem Sequential Control Unit

trigger emiter pada UJT 1, maka UJT tersebut akan bekerja dan akan memberikan tegangan pada gate SCR 2. Dengan adanya tegangan pada gate SCR 2, maka beban kedua (Lampu 2) akan aktif dan bersamaan denga itu kapasitor C4 akan memberikan arus mundur yang dapat mematikan SCR 1, sehingga beban 1 akan mati. Prinsip kerja di atas berlangsung secara terus-menerus sampai beban terakhir. Jika diinginkan beban 1 bekerja lagi, maka tempatkanlah SW2 pada posisi A, yaitu pada posisi untuk memberikan umpan balik tegangan untuk gate SCR 1, sehingga beban 1 akan aktif kembali. Jika saklar SW 2 pada posisi B, maka setelah beban 3 (lampu 3) mati system akan berhenti bekerja, dan akan bekerja lagi bila tombol start ditekan. Untuk pengaturan waktu bekerjanya masing-masing beban dilakukan oleh RV 1 sampai dengan RV 3.

Ada tiga Kasus umum yang sering terjadi, yaitu:
  1. Saat tombol start ditekan maka beban 1 dan beban 2 bekerja normal, tapi selesai beban 2 bekerja, rangkain langsung berhenti bekerja. Artinya, beban 3 tidak pernah bekerja, dimanapun SW2 posisinya.

    Jawaban kasus: dari cara kerja diatas, pastilah kerusakan yang demikian sangat mudah untuk ditebak daerah manakah rangkaian yang tidak bekerja. Yaitu blok 3, yang berhubungan dengan rangkaian waktunya. Jadi komponen yang rusak adalah Rv3 terbuka, C3 hubung singkat, transistor 3 terbuka basis emiternya, atau UJT 3 terbuka.
  2. Beban 2 dan beban 3 akan bersamaan hidupnya saat berakhirnya beban 1 bekerja, dan akan berhenti bekerja juga secara bersamaan secepatnya (bekerja se-saat).

    Jawaban kasus: disini akan sulit untuk diperkirakan kerusakannya kalau belum benar-benar menguasai rangkaian di atas. Tapi seandainya sudah mengerti benar, maka permasalahan ke dua ini sangat mudah dideteksi komponen mana yang rusak, karena hanya satu kemungkinan kerusakan yang menyebabkan hal seperti di atas, yaitu: C5 hubung singkat. Karena C5 hubung singkat, maka konduk atau off-nya Tr2 dan Tr3 tentu selalu bersamaan.
  3. Saat dionkan catu daya, langsung beban 3 bekerja terus, dan yang lainnya mati.

    Jawaban kasus: untuk kerusakan yang satu ini, karena beban 1 dan beban 2 tidak bekerja, maka masalahnya bukan di blok 3 tapi justru di blok 2. Yaitu: kerusakan SCR 2 anoda dan katodanya hubung singkat, atau UJT 2 antara B1 dan B2-nya hubung singkat. Tentu saja, kerusakan komponen ini akan menyebabkan beban 3 akan bekerja terus karena SCR 3 akan on terus.

PELACAKAN KERUSAKAN ALAT KONTROL INDUSTRI
1. Pengetahuan Peralatan Kontrol Indutri
2. Pemeriksaan Sinyal Input dan Output
3. Menggunakan Teknik Sympton Function
4. Mencari Kerusakan Komponen
5. Contoh Kasus



Demikianlah Artikel Contoh Kasus

Sekianlah artikel Contoh Kasus kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Contoh Kasus dengan alamat link https://sebuahteknologi.blogspot.com/2015/01/contoh-kasus.html