Nasehat- Nasehat Para Ulama’ Sufi

Nasehat- Nasehat Para Ulama’ Sufi - Hallo sahabat STREAMING GRATIS, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Nasehat- Nasehat Para Ulama’ Sufi, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel BAHASAN SUFI, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Nasehat- Nasehat Para Ulama’ Sufi
link : Nasehat- Nasehat Para Ulama’ Sufi

Baca juga


Nasehat- Nasehat Para Ulama’ Sufi

Nasehat- Nasehat Para Ulama’ Sufi


Tanda-tanda Ulama

لا يكمل عالم في مقام العلم حتى يبتلى بأربع: شماتة الأعداء، وملامة الأصدقاء، وطعن الجهال، وحسد العلماء. فإن صبر جعله الله إماماً يقتدى به

Seorang alim belum akan mencapai tingkat kesempurnaan ilmunya hingga mengalami 4 Ujian :

1. Kegembiraan musuh (sebab cobaan yg menimpanya),,
2. Celaan para sahabat,,
3. Hinaan orang orang bodoh,,
4. Iri hati kalangan ulama,,

Jika dia mampu bersabar terhadap itu semua, pasti Allah akan menjadikannya sebagai pemimpin yg diikuti.
 (Imam Abu al-Hasan asy-Syadzily rahimahullah)


Nasehat- Nasehat Syeikh Ibrahim Bin Adham :

I. Ketika beliau sedang melaksanakan thowaf, beliau berkata kepada seorang laki laki :

"Ketahuilah bahwa kamu tidak akan mencapai tingkatan orang sholeh sebelum kau melalui 6 jalan yaitu :

1) Tutuplah pintu kesenangan dan bukalah pintu kesengsaraan.
2) Tutuplah pintu kesombongan dan bukalah pintu kerendahan.
3) Tutuplah pintu bersantai dan bukalah pintu perjuangan.
4) Tutuplah pintu tidur dan bukalah pintu bangun (sedikit) tidur.
5) Tutuplah pintu kekayaan dan bukalah pintu kemiskinan
6) Tutuplah pintu harapan dan bukalah pintu persiapan kematian "

II. Suatu ketika Syaikh Ibrahim Bin Adham pernah menjaga kebun anggur, kemudian lewatlah seorang prajurit dan berkata "Berilah kami anggur !!" Kemudian beliau-pun berkata " Maaf, pemiliknya tidak menyuruhku begitu. aku disuruh hanya untuk menjaga". mendengar jawaban Syaikh Ibrahim Bin Adham lantas prajurit tersebut memukul beliau dengan cambuk, sementara Syaikh Ibrahim Bin Adham-pun Hanya menganggukkan kepala beliau seraya berkata " PUKULLAH KEPALA INI SELAMA IA DURHAKA KEPADA ALLAH !!! " mendengar perkataan beliau prajurit itu pun lantas pergi meninggalkan beliau.

Cuplikan dari kitab Risalatul Qusyairiyyah (Induk Kitab Tasawuf)

Syaikh Ibrahim Bin Adham merupakan Guru dari Syaikh Syaqiq Al balkhi dimana beliau adalah gurunya Hatm Al Ashom Naffa'nallahu biulumihim ...

(5 Syarat Berbuat Maksiat
menurut Ulama Shufi Ibrahim Bin Adham)


Kisah taubatnya seorang pemuda di hadapan Ibrahim Bin Adham rodhiallohu anhu wa ardhoh..

Diriwayatkan bahwa Syaikh Ibrahim bin Adham didatangi oleh orang yang mengaku ahli maksiat. Ia mengutarakan niatnya untuk keluar dari kubangan dunia hitam. Ibrahim bin Adham memberikan nasihatnya seraya berkata: "Jika ingin menerima 5 syarat dan mampu melaksanakannya, maka tak mengapa kamu meneruskan kesukaanmu berbuat maksiat."
Mendengar perkataan Ibrahim, ahli maksiat dengan penasaran bertanya: "Ya Abu Ishaq (panggilan Ibrahim bin Adham), apa syarat-syaratnya?"

Ibrahim bin Adham berkata: "Pertama, jika ingin melakukan maksiat kepada Allah, janganlah kamu memakan rizkiNya."

Pemudian itu pun berkata "Lalu aku harus makan dari mana? Bukankah semua yang ada di bumi ini rizki Allah?" kata sang ahli maksiat keheranan
Ibrahim bin Adham berkata lagi: "Ya, kalau sudah menyadarinya, masih pantaskah kamu memakan rizkiNya, sedangkan kamu melanggar perintah-pertintahNya?"

Kemudian pemuda tersebut berkata“Apa syarat-syarat yang kedua ?”

Ibrahim bin Adham berkata "Jika kamu ingin bermaksiat kepadaNya, maka janganlah kamu tinggal di bumiNya."

Pemuda tersebut berkata “ Ini lebih berat dari yang pertama, Ya Aba Ishaq (panggilan syaikh Ibrahim bin adham) jika barat dan timur serta apa yang ada di antaranya adalah milik Allah, kalau-lah demikian aku akan tinggal di mana”

"Wahai hamba Allah renungkanlah olehmu, apakah masih pantas memakan rizkiNya dan Menempati Bumi-NYA sedang kamu tetap gemar melakukan “
Dengan tertunduk malu, Pemuda itupun berkata “Apa syarat-syarat yang ketiga?”

Ibrahim bin Adham berkata: " Jika kamu berbuat maksiat, sedang kamu (1) mau makan rizkiNya, (2) mau tinggal di bumiNya, maka CARILAH SUATU TEMPAT YANG TERSEMBUNYI DAN TIDAK DAPAT DILIHATNYA, DAN BERMAKSIATLAH DISANA!!! "

"Ya Abu Ishaq, mana mungkin Allah tidak melihat-ku sedang dia mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi dikehidupan ini?" Ujar lelaki tersebut
Sang ahli maksiat itu pun terdiam merenungkan petuah-petuah Ibrahim.
“Maka apakah pantas engkau bermaksiat kepada Allah sedang Allah senantiasa melihatmu” kata Ibrahim Bin adham.
Lalu pemuda itu kembali bertanya: "Ya Aba Ishaq, kini apa lagi syarat yang ke empat?"

Ibrahim bin Adham berkata: "Kalau malaikat maut datang hendak mencabut ruhmu, katakanlah: "Undurkanlah kematianku hingga aku bertaubat dengan sebenar benarNYA taubat dan melakukan amal sholeh."
"Ya Abu Ishaq, mana mungkin malaikat maut mau mengabulkan permintaanku itu?" jawab pemuda itu.

Ibrahim bin Adham berkata “JIKA KAU TAK SANGGUP MENOLAK KEMATIAN, DAN KAU MENGETAHUI BAHWA JIKA KEMATIAN DATANG MAKA TAK DAPAT DI UNDUR, MENGAPA KAU TETAP SUKA BERBUAT MAKSIAT ”
Pemuda tersebut berkata " Abu Ishaq, sekarang sebutkan apa syarat yang ke lima?"

Ibrahim Bin Adham berkata "Kalau malaikat Zabaniyah hendak membawamu ke neraka di hari kiamat, untuk mngantarkanmu ke neraka janganlah engkau mau ikut bersamanya."

Pemuda itu berkata "Ya Abu Ishaq, jelas saja dia (malaikat Zabaniyah) tidak akan mungkin membiarkan aku menolak kehendakNya."
Ibrahim Bin Adham berkata "Kalau demikian, jalan apa lagi yang dapat menyelamatkanmu wahai hamba Allah?"

Pemuda itu berkata "Ya abu Ishaq, cukuplah! Cukup! Jangan engkau teruskan lagi, mulai detik ini aku mau beristighfar dan mohon ampun kepada Allah. Aku benar-benar ingin bertaubat, aku akan senantiasa beribadah kepada Allah sehingga kematian mendekatiku "

KISAH HATIM AL ASHOM DAN GURUNYA SYAQIQ AL BALKHY

Dalam ihya' ulumuddin kitabul ilm diterangkan :
 
روي عن حاتم الأصم، تلميذ شقيق البلخي رضي الله عنهما أنه قال له شقيق: "مُنْذُ كَمْ صحبتَنِي؟"،
 
قال حاتم: "منذُ ثلاثٍ وثلاثين سنةً"، قال: "فَمَا تَعَلَّمْتَ مِنِّي في هذه المدة؟"، قال: "ثَماني مَسَائِلَ"، قال شقيق له: "إنا لله وإنا إليه راجعون، ذَهَبَ عُمْرِي مَعَكَ ولَم تَتَعَلَّمْ إِلاَّ ثَمَانِيَ مَسَائِلَ؟!"، قال: "يا أستاذُ، لَمْ أَتَعَلَّمْ غَيْرَهَا. وَإِنِّي لاَ أُحِبُّ أَنْ أَكْذِبَ"، فقال: "هَاتِ هَذِهِ الثَّمَانِي مسائلَ حَتَّى أَسْمَعَهَا"، قال حاتم: "نظرتُ إلى هذا الخلقِ فَرَأَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ يُحِبُّ مَحْبُوْبًا، فَهُوَ مَعَ مَحْبُوْبِهِ إِلَى القَبْرِ. فَإِذَا وَصَلَ إِلَى القَبْرِ فَارَقَهُ. فَجَعَلْتُ الحَسَنَاتِ مَحْبُوْبِي. فَإِذَا دَخَلْتُ القَبْرَ دَخَلَ مَحْبُوبي مَعِي"، فَقَالَ: "أَحْسَنْتَ يَا حَاتِمُ، فَمَا الثَّانِيَةُ؟"
 
فقال: "نظرتُ فِي قول الله عز وجل: "وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الهَوَى فَإِنَّ الجَنَّةَ هِيَ المَأْوَى"، فَعَلِمْتُ أَنَّ قولَه سبحانه وتعالى هُوَ الحَقُّ، فَأَجْهَدْتُ نَفْسِي فِي دَفْعِ الهَوَى حَتَّى اسْتَقَرْتُ على طاعةِ اللهِ تعالى؛
 
الثالثةُ أني نظرتُ إلى هذا الخلقِ فرأيتُ كلّ ممن معه شيءٌ له قيمةٌ ومقدارٌ رَفَعَه وَحَفِظَهُ، ثم نظرتُ إلى قول الله عز وجل: "مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللهِ بَاقٍ". فَكلما وقع معي شيءٌ له قيمةٌ ومقدارٌ وَجَّهْتُهُ إلى الله لِيَبْقَى عِنْدَه محفوظا؛
 
الرابعة أني نظرت إلى هذا الخلق فرأيت كلَّ واحدٍ منهم يرجِعُ إلى المالِ، وإلى الحسب، والشرف، والنسب، فنظرتُ فيها فإذا هي لا شيءَ، ثم نظرتُ إلى قول الله تعالى: "إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ"، فعملتُ فِي التَّقْوَى حتى أكونَ عند الله كريما؛
 
الخامسة أني نظرتُ إلى هذا الخلق، وهم يَطْعُن بعضُهم في بعضٍ ويُلْعِن بعضُهم بعضا. وأصلُ هذا كله الحسدُ، ثم نظرتُ إلى قول الله عز وجل: "نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الحَيَاةِ الدُّنْيَا"، فتركتُ الحسدَ وَاجْتَنَبْتُ الخلقَ وَعَلِمْتُ أَنَّ القسمةَ مِن عِنْدِ اللهِ سبحانه وتعالى، فَتَرَكْتُ عَدَاوَةَ الخلقِ عَنِّي؛
 
السادسة نظرتُ إلى هذا الخلقِ يَبْغِي بَعْضُهم على بعضٍ وَيُقَاتِل بعضُهم بعضا، فرجعتُ إلى قول الله عز وجل: "إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا"، فعاديتُه وحدَه وَاجْتَهَدْتُ فِي أَخذ حذري منه لأن اللهَ تعالى شهِد عليه أَنَّهُ عَدُوٌّ لِي، فَتَرَكْتُ عَدَاوَةَ الخَلْقِ غَيْرَهُ؛
 
السابعة نظرتُ إلى هذا الخلقِ فَرَأَيْتُ كلَّ واحدٍ منهم يطلب هذه الكسرةَ فَيذِلُّ فِيها نفسه ويدخل فيما لا يَحِلُّ له، ثم نظرتُ إلى قوله تعالى: "وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا"، فَعَلِمْتُ أني واحدٌ من هذه الدوابِ الَّتِي على الله رزقُها، فاشتغلتُ بما لله تعالى عليَّ وَتَرَكْتُ ما لي عنده؛

الثامنة نظرت إلى هذا الخلق فرأيتُهم كلَّهم مُتَوَكِّلِينَ على مخلوقٍ: هذا على ضَيْعَته، وهذا على تِجَارتِه، وهذا على صِنَاعته، وهذا على صحة بَدَنِه. وكل مخلوق متوكل على مخلوقٍ مثلَه. فرجعت إلى قوله تعالى: "وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ"، فتوكلتُ على الله عز وجل فهو حسبي.قال شقيق: "يا حاتم، وفقك الله تعالى…"

 Terjemah :
Syeikh Syaqiq al-Balkhi bertanya kepada muridnya, Hatim al-Asham:

“Berapa lama kamu nyantri kepadaku?”Hatim menjawab: “Sudah sejak 33 tahun…”Syaqiq bertanya lagi: “Apa yang kamu pelajari dariku selama itu?”Hatim menjawab: “Ada delapan perkara…”Syaqiq berkata: “Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un. Aku habiskan umurku bersamamu selama itu, dan kamu tidak belajar kecuali delapan perkara?!”Hatim menjawab: “Guru, aku tidak belajar selainnya. Sungguh aku tidak bohong…”Syaqiq kemudian berkata lagi: “Coba jelaskan kepadaku apa yang sudah kamu pelajari…”Hatim menjawab:

Pertama, saya memperhatikan manusia, dan saya lihat masing-masing mereka menyukai kekasihnya hingga ke kuburannya. Tapi ketika dia sudah sampai di kuburnya, kekasihnya justru berpaling darinya… Maka saya kemudian menjadikan amal kebaikan sebagai kekasih saya, yang apabila saya meninggal dan masuk ke liang kubur, dia akan ikut bersama saya…Syaqiq berkata: “Pinter kamu Hatim. Sekarang apa yang kedua?”

Kedua, saya memperhatikan firman Allah Ta’ala
:وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الهَوَى فَإِنَّ الجَنَّةَ هِيَ المَأْوَى
(Dan adapun orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).) [Surat an-Nazi’at (79): 40-41]Maka saya ketahui bahwa firman Allah-lah yang benar. Karena itu saya meneguhkan diri saya dalam menolak hawa nafsu, hingga saya mampu menetapi ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Ketiga, saya memperhatikan manusia, dan saya amati masing-masing memiliki sesuatu yang berharga, yang dia menjaganya agar barang tersebut tidak hilang. Kemudian saya membaca firman Allah Ta’ala 
:مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللهِ بَاقٍ
(Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah kekal) [Surat an-Nahl (16): 96]Dari situ, apabila saya memiliki sesuatu yang berharga, maka segera saja saya serahkan kepada Allah, agar milikku terjaga bersamaNya tidak hilang.



Keempat,saya memperhatikan manusia dan saya ketahui masing-masing mereka membanggakan harta, kemuliaan leluhur, pangkat dan nasabnya. Kemudian saya membaca firman Allah Ta’ala  :إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ
(Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian) [Surat al-Hujurat (49): 13]Maka saya takwa, hingga menjadikan saya mulia di sisi Allah Ta’ala.

Kelima, saya memperhatikan manusia, dan (saya tahu) mereka mencela dan mencaci antara satu dengan yang lainnya. Saya tahu masalah utamanya di sini adalah sifat iri hati. Maka saya kemudian membaca firman Allah Ta’ala
:نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الحَيَاةِ
 الدُّنْيَا
(Kami telah menentukan pembagian nafkah hidup di antara mereka dalam kehidupan dunia) [Surat az-Zukhruf (43): 32]Maka saya kemudian menanggalkan sifat iri hati dan menghindar dari manusia, karena saya tahu bahwa pembagian rizki itu benar-benar dari Allah Ta’ala, yang menjadikanku tidak patut memusuhi dan iri kepada orang lain.

Keenam, saya memperhatikan manusia, yang mereka saling menganiaya dan memerangi antara satu dengan yang lainnya. Kemudian saya melihat firman Allah Ta’ala
:إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا
(Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh (kalian).) [Surat Fatir (35): 6]Maka kemudian saya menghindar dari memusuhi orang lain, dan sebaliknya saya berusaha fokus dan penuh waspada dalam menghadapi permusuhan syaitan.

Ketujuh, saya memperhatikan manusia, maka saya lihat masing-masing menghinakan diri mereka sendiri dalam mencari rizki. Bahkan ada di antara mereka yang berani menerjang hal-hal yang tidak halal. Saya kemudian melihat kepada firman Allah Ta’ala :وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
(Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi ini melainkan Allah-lah yang menanggung rizkinya) [Surat Hud (11): 6]Saya kemudian menyadari bahwa saya adalah salah satu dari binatang yang Allah telah menanggung rizkinya. Maka saya kemudian menyibukkan dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadaku, dan sebaliknya saya meninggalkan apa-apa yang tidak dibagikan kepadaku.

Kedelapan, saya memperhatikan manusia, dan saya lihat masing-masing mereka menyerahkan diri kepada makhluk lain seumpamanya: sebagian karena sawah ladangnya, sebagian karena perniagaannya, sebagian karena hasil karya produksinya, dan sebagian lain karena kesehatan badannya. Maka saya melihat kepada firman Allah Ta’ala  :وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ (Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Ia akan mencukupi (keperluan)-nya.) [Surat al-Thalaq (65): 3]Maka saya kemudian menyerahkan diri dan mempercayakan semuanya kepada Allah Ta’ala, karena Dia akan mencukupi segala keperluanku..

Wallohu a'lam..




Demikianlah Artikel Nasehat- Nasehat Para Ulama’ Sufi

Sekianlah artikel Nasehat- Nasehat Para Ulama’ Sufi kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Nasehat- Nasehat Para Ulama’ Sufi dengan alamat link https://sebuahteknologi.blogspot.com/2013/12/nasehat-nasehat-para-ulama-sufi.html