Judul : MENGENAL DIRI SENDIRI
link : MENGENAL DIRI SENDIRI
MENGENAL DIRI SENDIRI
MENGENAL DIRI SENDIRI
Berikhtiar menempuh proses pembelajaran diri sendiri sehingga dapat menjadi hamba-Nya yang bisa punya rasa dan tidak hanya bisa merasa punya
Dalam :
Pembelajaran diri meningkatkan wawasan ilmu
Pembelajaran diri meningkatkan wawasan ilmu
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا (طه: 114)
“dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Tha Ha, 20 : 114)
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (التوبة: 122)
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah, 9 : 122)
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ (الأنعام: 125)
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An’am, 6 : 125)
أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (الزمر: 22)
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar, 39 : 22)
Selalu memperhatikan diri sendiri (Muhasabah bi nafsih)
Dalam :
Hubungan fungsional kepada alam lingkungan
Hubungan fungsional kepada alam lingkungan
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا (البقرة: 29)
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah, 2 : 29)
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً (البقرة: 30)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. Al-Baqarah, 2 : 30)
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم: 41)
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum, 30 : 41)
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ (شعب الإيمان 13/ 401)
“Orang-orang yang memperoleh belas kasih adalah mereka yang dikasihi Allah Yang Maha Pengasih. Kasihilah makhluk yang ada di Bumi agar kalian dikasihi makhluk yang ada di langit.”(Syu’abu al-Iman, 13 : 401)
Selalu memperhatikan diri sendiri (Muhasabah bi nafsih)
Dalam :
Hubungan horisontal kepada sesama manusia
Hubungan horisontal kepada sesama manusia
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ (آل عمران: 112)
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.” (QS. Ali Imran, 3 : 112)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء: 107)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’, 21 : 107)
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (الروم: 21)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum, 30 : 21)
إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ (صحيح البخاري3/ 38)
“Sesungguhnya kamu berkewajiban menunaikan hak-hak kepada Tuhanmu, kepada dirimu sendiri, dan kepada keluargamu. Tunaikanlah setiap pemilik hak itu haknya masing-masing.” (Shahih Bukhari, 3 : 38)
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ – أَوْ قَالَ: لِجَارِهِ – مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (صحيح مسلم 1/ 67)
“Tidaklah (sempurna) iman salah seorang di antara kamu sebelum mencintai saudaranya –atau Nabi saw bersabda : “mencintai tetangganya”- sebagaimana dia men cintai dirinya sendiri.” (Shahih Muslim, 1 : 67)
Selalu memperhatikan diri sendiri (Muhasabah bi nafsih)
Dalam :
Hubungan vertikal kepada Allah dan Rasul-Nya
Hubungan vertikal kepada Allah dan Rasul-Nya
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ (آل عمران: 112)
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.” (QS. Ali Imran, 3 : 112)
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (الأنعام: 162، 163)
“Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am, 6 : 162-163)
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ . ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً . فَادْخُلِي فِي عِبَادِي. وَادْخُلِي جَنَّتِي (الفجر: 27 – 30)
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr, 89 : 27-30)
الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى. وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى. إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى. وَلَسَوْفَ يَرْضَى. (الليل: 18 – 21)
“yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. Al-Lail, 92 : 18-21)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى (صحيح البخاري ـ م م 9/ 92)
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Semua umatku akan masuk surga kecuali yang menolak.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah. Siapa yang dimaksud dengan orang yang menolak itu ?” Jawab Rasulullah saw, “Barangsiapa yang taat kepadaku masuk surga dan barangsiapa yang mendurhakai aku sungguh dia orang yang menolak (masuk surga itu).” (Shahih Bukhari, 9 : 92)
Memberikan manfaat kepada orang lain
وَالْعَصْر. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. (العصر: 1 – 3)
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr, 103 : 1-3)
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ (فصلت: 46)
“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba (Nya).” (QS. Fushshilat, 41 : 46)
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ (الجاثية: 15)
“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barang siapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Jatsiyah, 45 : 15)
أحبُّ الناسِ إلى الله أنفعُهم للناس (جمع الجوامع أو الجامع الكبير للسيوطي ص: 984)
“Manusia yang lebih aku sukai kepada Allah adalah manusia yang memberikan manfaat kepada sesamanya.” (Jam’u al-Jawami’ awi al-Jami’i al-Kabir, As-Suyuthi, hlm. 984)
خير الناس أنفعهم للناس (البيهقي والطبراني، كنوز السنة النبوية ص: 78)
“Sebaik-baik manusia adalah yang dapat memberikan manfaat bagi sesamanya.” (Baihaqi dan Thabrani, Kunuzu as-Sunnati an-Nabawiyyah, hlm. 78)
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ – أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ – شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ (صحيح مسلم 1/ 63)
“Iman itu tujuh puluh tiga cabang lebih –atau enam puluh tiga cabang lebih- maka puncak tertingginya ucapan : “La ilaha illallah”dan tingkat terendahnya menyingkirkan duri (sesuatu yang dapat menyakiti orang lain) dari jalan.” (Baihaqi dan Thabrani, Kunuzu as-Sunnati an-Nabawiyyah, hlm. 78)
Berihtiar Selalu memperhatikan diri sendiri (muhasabah bi nafsih)
وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“… dan terhadap dirimu apakah tidak kamu perhatikan ?” (QS. Adz-Dzariyat, 51 : 21)
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُم
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri ….” (QS. Al-Baqarah, 2 : 44)
اِبْدَأْ بِنَفْسِك ثُمَّ بِمَنْ تَعُول
“Mulailah dari dirimu sendiri, kemudian orang terdekatmu” (HR. Nasa’i)
إِذَا أَعْطَى اللَّهُ أَحَدَكُمْ خَيْرًا فَلْيَبْدَأْ بِنَفْسِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ
“Apabila Allah memberikan kepada salah seorang di antaramu suatu kebajikan, mulailah (mengamalkannya) dari dirimu sendiri dan anggota rumah tanggamu” (HR. Muslim)
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، أَنَّهُ قَالَ فِي خُطْبَتِهِ: حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا (مصنف ابن أبي شيبة 7/ 96)
“Dari Umar bin Khaththab, bahwa beliau berkata dalam khutbahnya : “Perhitungkan dirimu sebelum kamu diperhitungkan da n pertimbangkan dirimu sebelum kamu dipertimbangkan.” (Ibnu Abu Syaibah, 7 : 96)
Berihtiar menempuh proses pembelajaran diri sendiri sehingga dapat menjadi hamba-Nya yang bisa punya rasa dan tidak hanya bisa merasa punya
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ . أَيَحْسَبُ أَنْ لَنْ يَقْدِرَ عَلَيْهِ أَحَدٌ . يَقُولُ أَهْلَكْتُ مَالًا لُبَدًا . أَيَحْسَبُ أَنْ لَمْ يَرَهُ أَحَدٌ . أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ . وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ . وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ . فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ . فَكُّ رَقَبَةٍ. {أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ . يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ . أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ . ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ . (البلد: 4 – 18)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? Dia mengatakan: “Aku telah menghabiskan harta yang banyak”.Apakah dia menyangka bahwa tiada seorang pun yang melihatnya? Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” (QS. Al-Balad, 90 : 4 – 18).
وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (المائدة: 48)
“Tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS. Al-Maidah, 5 : 48)
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (البقرة: 148)
“Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah, 2 : 148)
ما آمن بي من بات شبعانا وجاره جائع إلى جنبه وهو يعلم به (معجم الطبراني الكبير 17/ 171)
“Tidak beriman kepadaku orang yang tidur dalam kekenyangan sedangkan tetangga dekatnya kelaparan padahal dia mengetahuinya.” (Mu’jamu al-Kabir Ath-Thabrani, 17 : 171)
Demikianlah Artikel MENGENAL DIRI SENDIRI
Sekianlah artikel MENGENAL DIRI SENDIRI kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel MENGENAL DIRI SENDIRI dengan alamat link https://sebuahteknologi.blogspot.com/2013/06/mengenal-diri-sendiri.html